Site Network: Lembaga Publikasi Uniflor |

 



Majalah Ilmiah INDIKATOR, Volume XIII, Nomor 1, Maret 2011


PENGARUH IKLAN DALAM EVALUASI MEREK PRODUK
Suatu Kajian Teoretis

Oleh Lambertus langga
Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi,
Universitas Flores, Jln. Sam Ratulangi, Ende, Flores

Abstrak
Iklan merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh marketer untuk menginformasi produk mereka kepada konsumen. Penyampaian pesan yang melalui iklan dapat memberikan pengaruh yang positif atau negatif terhadap eavaluasi atau pemilihan sebuah produk. Pemilhan produk tersebut dapat dilihat dari perceptual fluency, conceptual fluency, dan goal fluency. Perceptual fluency berbicara tentang target produk yang lebih berhubungan dengan fitur fisik dari sebuah produk. Conceptual fluency berbicara bagaimana informasi dapat diingat dan dimengerti oleh konsumen. Dan yang terkahir adalah goal fluency yang mana goal fluency dilihat dari regulasi dari tujuan terhadap iklan, apakah iklan tersebut menampilkan seruan yang sesuai dengan tujuan produk yang sesuai juga tujuan konsumen terhadap produk tersebut. Ketiga hal ini dilihat sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran proses dari suatu iklan dalam hubungannya dengan evaluasi produk atau pemilihan produk. Dalam hal ini ketiga hal tersebut memberikan indikasi yang postif terhadap sikap dari konsumen terhadap evalusi produk. Jika conceptual dan perceptual fluency tinggi maka konsumen semakin senang untuk mengevaluasi atau memlilih produk tersebut. Dan jika suatu iklan menyampaikan seruan yang sesuai dengan tujuan konsumen terhadap produk tersebut (tidak ada konflik) maka konsumen semakin senang untuk mengevaluasi atau memlilih produk tersebut walaupun ada iklan dengan kategori produk yang sama telah ditampilkan sebelumnya.
Kata Kunci  
Evaluasi merek, perceptual fluency, conceptual fluency, goal flueny.

PENDAHULUAN
Pada saat ini iklan menjadi salah satu alat yang sering digunakan oleh marketer dalam menyampaikan informasi tentang produk/merek kepada konsumen. Iklan dibuat sebaik mungkin agar point of purchase dari sebuah merek dapat terlihat dengan jelas oleh konsumen. Pengiklanan yang ada untuk sebuah target (produk/merek) memperlihatkan bahwa target lebih mudah untuk diakses dari memori, dalam artian lebih mudah untuk diingat, di mana hal tersebut menimbulkan keinginan konsumen untuk mengidentifikasi dan mengenal target(produk/merek), yang mana biasa dikenal sebagai kelancaran proses (Jacoby dan Dallas, 1981).
Kelancaran proses cenderung positif (Reber, Winkielman, and Schwarz,  1998; Seamon et al., 1995), sehingga ketika kelancaran proses dari target ditingkatkan oleh pengiklanan (exposure) yang sebelumnya, sikap yang menyenangkan dapat terlihat (Anand and Sternthal, 1991; Bornstein, 1989; Seamon et al., 1995). Kelancaran informasi mungkin merupakan perceptual dan conceptual secara alami  (Tulving and Schacter, 1990).
Selain kelancaran informasi kemampuan mengakses memori atau kemampuan untuk diingat merupakan salah satu yang sering diperhatikan dalam iklan sebagai pertimbangan pemilihan salah satu merek. Pengaruh kemampuan mengakses memori atau untuk diingat pada pemilihan merek memberi kesan bahwa pengiklanan sebelumnya meningkatkan kemudahan merek untuk diingat, yang selanjutnya dapat meningkatkan probabilitas dari sebuah merek untuk dipertimbangkan dan dipilih dari merek tertentu (Lee, 2002; Nedungadi, 1990; Shapiro, MacInnis, and Heckler, 1997).
Pada keputusan pemilihan produk dan evaluasi merek, konsumen tidak semata-mata hanya berdasarkan informasi yang diperolehnya tentang merek tersebut, tetapi juga didasarkan pada sejauh mana kemudahan informasi yang mereka peroleh dapat diproses oleh mereka. Selain itu, pada penelitian  dalam  tujuan dan motivasi menyatakan kesamaan alur pemikiran di mana konteks iklan mungkin mempengaruhi evaluasi merek. Di mana individu akan lebih menyukai untuk mengevaluasi sebuah iklan dari suatu merek ketika isi dari pesannya sesuai dengan tujuan mereka dibandingkan bertentangan dengan tujuan mereka. Seperti contoh pada kalimat iklan berikut ini. Pada saat promosi berfokus pada “fruit juice containing vitamin C which is energizing” maka akan lebih efektif jika konsumen mengadopsi promotion goal untuk pertumbuhan dan prestasi dibandingkan prevention goal untuk keamanan dan perlindungan. Namun ketika promosi berfokus pada “fruit juice containing antioxidant which prevents cancer and unclogs arteries” maka akan lebih efektif ketika konsumen mengadopsi prevention goal dibandingkan promotion goal (Aaker dan Lee, 2001).


PERCEPTUAL, CONCEPTUAL, DAN GOAL FLUENCY PADA IKLAN
Perceptual Fluency
Perceptual fluency menggambarkan kemudahan dari konsumen untuk dapat mengidetifikasi stimulus target pada pertemuan berikutnya dan memasukkan proses dari fitur fisik, seperti modality (gambar Vs suara), bentuk. Perceptual fluency juga dapat dikatakan sebagai keadaan di mana individu dapat menerima dan mengidentifikasi karakteristik fisik dari sebuah stimulus dan dikenal sebagai peningkatan dari pengiklanan sebelumnya (Jacoby dan Dallas, 1981). Sebuah merek yang secara perceptual lancar adalah merek yang dapat dikenal dan identifikasi oleh konsumen.
Perceptual fluency dari sebuah merek sangat sensitif dengan perubahan fisik dari iklan sebelumnya, tetapi tidak dipengaruhi oleh pengembangan yang terjadi pada iklan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa secara perceptual, logo, penggambaran visual dari merek, dan kejelasan logo dari sebuah merek. Sehingga jika sebagai marketer ingin mengiklankan produk mereka, menurut pandangan kelancaran perceptual, merek yang dimaksud harus ditampilkan dengan jelas seperti yang dapat kita lihat pada gambar 1 (Lee, Angela Y and Aparna A. Labroo, 2004). Pada gambar satu dapat kita lihat menjadi high perceptual fluency karena ini merupakan iklan dari saus tomat Kraft. Dikatakan sebagai high perceptual fluency karena pada iklan menampilkan merek dan produknya dengan jelas, sesuai dengan produk yang dipasarkan oleh merketer. Sedangkan pada gambar 2 (Lee, Angela Y and Aparna A. Labroo, 2004) merupakan low perceptual fluency karena pada gambar tersebut tidak menampilkan produk yang ingin ditawarkan marketer walaupun menampilkan merek yang akan diperdagangkan.

Conceptual Fluency
Conceptual fluency megambarkan kemudahan konsumen mengingat dan mengungkapkan arti dari sebuah proses (Hamann, 1990) misalnya rangkaian cerita iklan. Dimana keuntungan dari hal ini berasal dari pengembangan proses namun tidak dipengaruhi oleh perubahan fitur perceptual antar iklan dari iklan sebelumnya (Lee, 2002). Dengan kata lain conceptual fluency melihat bagaimana stimulus yang ada dapat ditangkap dan dimengerti oleh konsumen.
Pada kenyataannya, conceptual fluency mungkin meningkat selama konsumen ditunjukkan konsep yang berhubungan dengan merek, walaupun hal tersebut tidak terdapat pada pengiklanan sebelumnya untuk merek dari sebuah produk yang dimaksud. Hal ini berasal dari pemikiran bahwa konsumen memutuskan sesuatu berasal dari contoh atau kumpulan informasi yang ada pada pikiran mereka.
Conceptual fluency banyak berfokus pada bagaimana pengaruh dari pertimbangan dari sebuah set membership dan pilihan dibandingkan bagaimana hal tersebut mempengaruhi pendapat atau keputusan  (Lee, 2002; Nedungadi, 1990; Shapiro, 1999). Di mana dengan adanya conceptual fluency dapat mengarahkan kepada sikap konsumen yang lebih baik terhadap suatu merek dari sebuah produk.
Kelancaran konseptual berhubungan dengan konsep, merupakan proses top-down, dan mempunyai keuntungan dari pengembangan. Selain itu conceptual fluency juga merupakan suatu struktur pengetahuan yang ada dalam pikiran individu. Sehingga dapat kita lihat bersama bahwa conceptual fluency dari sebuah merek bergantung pada konsep sebuah iklan dalam menawarkan sebuah merek produk. High conceptual fluency merupakan keadaan di mana iklan yang ditawarkan sesuai dengan konteks dari produk seperti iklan saus yang menggunakan konteks cerita restoran, seperti yang dapat kita lihat pada gambar 3 (Lee, Angela Y and Aparna A. Labroo, 2004). Sedangkan low conceptual fluency merupakan keadaan dimana iklan yang tawarkan kurang sesuai dengan konteks dari produk seperti iklan saus yang menggunakan konteks cerita belanja di supermarket seperti pada gambar 4 (Lee, Angela Y and Aparna A. Labroo, 2004). Kedua hal tersebut menggambarkan produk yang akan ditawarkan tetapi pada konsep pertama lebih memberikan konteks yang sangat berhubungan dengan produk dan menekankan fungsi dan manfaat dari saus tersebut.

Goal Fluency
Tujuan dan motivasi menyatakan kesamaan alur pemikiran di mana konteks iklan mungkin mempengaruhi evaluasi merek. Selain itu, dari kedua konteks ini khususnya motivasi menyatakan bahwa obyek mempunyai tingkat yang berbeda terhadap keinginan dan yang bukan keinginan mereka berdasarkan situasi. Hal ini terjadi karena adanya prioritas dalam motivasi dari relevansi tujuan dengan ilmu pengetahuan yang dirasakan perubahannya (Brendl & Higgins, 1996; Lazarus, 1991; Lewin, 1926; Markman & Brendl, 2000; Rosenberg, 1956; Shah & Higgins, 2001).  Dalam konteks ini tujuan lebih dilihat dari penyampaian dari marketer kepada  konsumen melalui sebuah iklan di mana tujuan marketer dari produk yang ditawarkannya nampak pada iklan yang diberikan marketer.
Tujuan nampak secara otomatis bukan saja dari isyarat situasional, tetapi juga representasi mental yang dapat mengarahkan perilaku. Selain itu, tujuan juga nampak dari perilaku individu lainnya.
Tujuan merupakan salah satu bagian yang nampak dan mempengaruhi proses pangambilan keputusan individu dengan mengarahkan persepsi dan perhatian kepada informasi dari luar untuk diingat dan menjadi arahan perilaku individu yang relevan dengan tujuan dan aktivitas. Dengan kata lain, individu sebagai penerima tujuan mempengaruhi kemampuan untuk mengakses tujuan sesuai dengan ilmu pengetahuan yang relevan (Aarts & Dijksterhuis, 2000; Aarts, Dijksterhuis, & De Vries, 2001; Moskowitz, 2002; Fishbach, Friedman, & Kruglanski, 2003; Goschke & Kuhl, 1993; Shah,  Riedman, & Kruglanski, 2002).
Ada dua jenis tujuan yang sering dikaitkan dengan kelancaran proses dalam suatu iklan yaitu goal compatible dan goal conflict. Jika kedua hal tersebut pada persuasi akan menjadi sebuah pikiran yang merefleksikan kemudahan atau kesulitan pengalaman proses dari pesan yang ditujukan kepada penerima. Hal ini dilihat dari kelancaran proses.
Kelancaran suatu proses dari sebuah merek bergantung pada regulasi tujuan yang sesuai atau bertentangan dengan produk. Dimana jika tujuan dari marketer menjadi jelas dan dapat ditangkap oleh konsumen melalui iklan yang diberikan maka proses tersebut menjadi lancar. Hal ini juga yang membuat reugulasi tujuan mempengaruhi kelancaran proses dalam penyampaian atau pengiklanan suatu produk sehingga produk tersebut dapat dipilih oleh konsumen.

Evaluasi Merek
Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan merek (brand) sebagai “nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing. Perbedaan yang ada bisa fungsional, rasional, atau berwujud yang dikaitkan dengan kinerja produk dari merek tersebut.
Merek mengidentifikasi sumber atau pembuat produk dan menungkinkan konsumen baik itu individual atau organisasi untuk menetapkan tanggung jawab pada pembuat atau distributor tertentu. Konsumen dapat mengevaluasi produk yang identik secara berbeda tergantung pada bagaimana produk diberi merek. Dimana hal tersebut dapat berdasarkan pengalaman masa lalu atau dari iklan produk yang sejenis namun mempunyai merek yang berbeda.
            Merek juga memberikan manfaat-manfaat bagi persusahaan. Manfaat-manfaat tersebut antara lain (1) merek menyederhanakan penanganan atau penelusuran produk (2) merek membantu untuk mengorganisasikan catatan persediaan dan catatan keuangan (3) merek juga menawarkan perlindungan hukum yang kuat untuk fitur dan aspek produk yang unik melaui paten, kemasan yang terdaftar, hak cipta dan rancangan (4) merek dapat menandakan satu tingkat mutu tertentu, sehingga pembeli yang puas dapat lebih mudah memilih produk (5) merek dapat menjadi sarana yang kuat untuk mengamankan keuntungan bersaing.
            Pada kenyataannya merek merupakan asset yang fundamental dari bisnis apapun, dimana jika konsumen melakukan evaluasi produk tersebut dapat dipengaruhi oleh perceptual fluency yaitu yang berhubungan dengan fisik yang menunjukkan merek tersebut, conceptual fluency yang berhubungan dengan bagaimana merek tersebut dapat diingat, dan goal fluency yang berhubungan dengan bagaimana merek tersebut dapat menyampaikan tujuan dari produk tersebut. Ketiga hal ini dapat dilihat pada merek melalui iklan yang ditawarkan marketer kepada konsumen.
            Dalam melakukan evaluasi produk yang pada akhirnya menjadi suatu evaluasi produk, perceptual fluency dan conceptual fluency sering dilihat secara bersamaan dalam suatu iklan walaupun kedua hal ini sebenarnya berbeda. Perceptual fluency digunakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi evaluasi terhadap merek karena dalam penelitian di bidang perilaku konsumen telah menunjukkan bahwa tambahan-tambahan kecil dalam sebuah iklan untuk logo, nama merek atau gambar dari produk yang diiklankan mengarahkan kepada kesenangan untuk melakukan evaluasi atau pemilihan produk ( Janiszewski 1993). Dalam beberapa penelitian menyatakan bahwa pengalaman dari perceptual fluency merupakan valensi yang positif (Reber et al., 1998; Winkielman dan Cacioppo, 2001), di mana iklan yang sebelumnya dapat memberikan peningkatan jika ada peningkatan perceptual fluency yang pada akhirnya mengarah kepada sikap yang lebih menyenangkan dari konsumen untuk memilih suatu merek atau produk. Namun dalam kelancaran memproses suatu iklan sehingga dapat mengarahkan kepada evaluasi merek tidak hanya dapat dilakukan dengan melihat pengaruh dari perceptual fluency saja. Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah conceptual fluency. Di mana menurut Tversky dan Kahneman (1973, p.208) menyatakan bahwa individu sering membuat keputusan berdasarkan pada seberapa mudah suatu hal dapat diingat atau dimengerti. Dalam conceptual fluency kita melihat bagaimana stimulus yang diberikan dapat diingat oleh konsumen dan konsumen tersebut dapat menangkap maksud dari iklan sebuah produk sehingga lebih mudah untuk diproses. Sama seperti perceptual fluency, conceptual fluency merupakan valensi yang positif yang mengarahkan kepada sikap yang lebih menyenangkan dari konsumen untuk memilih suatu merek atau produk.
            Banyak riset yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti di bidang pemasaran untuk melihat pengaruh kedua faktor ini terhadapat evaluasi merek. Salah satu peneliti yang melihat pengaruh kedua faktor ini adalah Lee dan Labroo (2004) dimana dalam penelitiannya mereka menggunakan beberapa eksperimen untuk menunjukkan pengaruh kedua hal tersebut pada evaluasi merek. Untuk menjelaskan pengaruh kedua faktor tersebut digunakan sebuah iklan yang memuat kedua varibel tersebut seperti pada gambar 5 (Lee, Angela Y and Aparna A. Labroo, 2004). Dari gambar 5 dapat kita lihat kombinasi yang digunakan untuk masing-masing faktor dimana yang menjadi produk yang akan ditawarkan oleh marketer adalah produk saus tomat.

Dari eksperimen dengan menggunakan keempat skenario di atas terhadap 86 mahasiswa perguruan tinggi yang belum lulus pada negara bagian timur dimana keempat kondisi tersebut dilakukan secara random, diperoleh hasil seperti yang terdapat pada gambar 6 (Lee, Angela Y and Aparna A. Labroo, 2004). Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa evaluasi merek atau sikap yang mengarah kepada produk akan lebih disukai pada keadaan perceptual fluency dan conceptual fluency yang tinggi dibandingkan pada saat conceptual fluency tinggi dan perceptual fluency rendah atau dibandingkan dengan saat conceptual fluency rendah dan perceptual fluency tinggi. Dari hasil ini terlihat bahwa conceptual fluency dan perceptual fluency mengarahkan kepada sikap yang lebih positif dari konsumen.

            Selain perceptual dan conceptual fluency, dalam evaluasi merek juga dipengaruhi oleh kemampuan mengakses yang tinggi terhadap regulasi tujuan dalam pirikan konsumen saat melakukan evalusi merek. Dimana regulasi tujuan akan mengarahkan kepada sikap yang lebih disukai kepada suatu merek jika regulasi tujuan dari merek atau produk tersebut dapat dengan mudah diproses. Hal ini terjadi jika regulasi tujuan dari produk tersebut (target) sesuai dengan tujuan yang telah dihadirkan sebelumnya. Sehingga jika regulasi tujuan dari target berlawanan dengan tujuan dari produk yang telah diiklankan sebelumnya, konsumen akan mempunyai sikap yang kurang menyenangkan terhadap produk tersebut (tidak menyukai produk tersebut).
Evaluasi konsumen terhadap suatu merek produk dapat secara positif atau secara negatif dipengaruhi oleh iklan produk yang sebelumnya dari kategori terkait, tergantung pada apakah regulasi tujuan dari  iklan target sesuai atau bertentangan dengan regulasi tujuan yang nampak oleh  iklan produk yang terkait. Dari sebab itu ada dua strategi yang dapat dipertimbangkan untuk mengukur efektivitas yang maksimum dari sebuah iklan yang dilakukan oleh marketer antara lain (1) iklan dapat menegosiasikan untuk mempunyai tempat pertama saat commersial break untuk menghindari pengaruh konteks negatif lainnya (2) Pengiklan sebaiknya menampilkan regulasi tujuan yang sesuai dengan fokus regulasi dari daya tarik atau seruan dan menghadirkan daya tarik atau seruan tersebut secara langsung pada frame iklan yang konsisten dengan regulasi tujuan untuk memilimalisasi potensial konflik tujuan yang muncul dari iklan sebelumnya.
            Pada akhirnya dapat kita lihat bahwa melalui iklan kita dapat mengevalusi sebuah merek atau produk yang akan mengarah kepada pemilihan produk. Dimana produk tersebut dipilih berdasarkan apa yang dilihat, dimengerti, dan sesuai dengan tujuan dari konsumen.

KESIMPULAN
Iklan menjadi suatu media yang sering digunakan oleh marketer dalam menginformasikan produknya. Melalui iklan konsumen dapat mengevaluasi merek atau produk. Dalam mengavaluasi suatu produk, sikap konsumen dapat diarahkan oleh perceptual fluency, conceptual fluency, dan goal fluency.
Percepualfluency, conceptual fluency, dan goal fluency malihat iklan dalam satu kesatuan yang dapat membantu dalam mengevaluasi atau memilih produk. Pereceptualfluency melihat fitur fisik dari sebuah produk yang ditampilkan dalam iklan. Conceptual fluency melihat apakah iklan tersebut dapat diingat dan dimengerti oleh konsumen, dan goal fluency melihat tujuan dari marketer sesuai dengan yang dipikirkan atau diadopsi oleh konsumen atau tidak sehingga dapat mengurangi konflik. Ketiga faktor ini mempunyai hubungan yang positif terhadap evaluasi merek dimana mengarahkan sikap konsumen untuk menjadi lebih senang mengevaluasi atau memilih produk tersebut.

DAFTAR PUSTAKA 
Aaker, Jennifer L and Angela Y. Lee.  2001.  “"I" Seek Pleasures and "We" Avoid Pains:    The Role of Self-Regulatory Goals in Information Processing and Persuasion,” Journal of Consumer Research, Vol 28, pp. 33-49.
Aarts, H. and Dijksterhuis, A. 2000. “Habits as Knowledge Structures: Automaticity in    Goal-Directed Behavior,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol 78, pp. 53–63.
Anand, Punam and Brian Sternthal. 1991. “Perceptual fluency and Affect Without Recognition,” Memory & Cognition, Vol 19, No 3, pp. 293–300.
Brendl, C. M., & Higgins, E. T. 1996. “Principles of judging valence: What Makes  Events Positive or Negative? In M. P. Zanna (Ed.),” Advances in Experimental Social Psychology,  Vol. 28, pp. 95–160.
Ferguson, Melissa J. and John A. Bargh. 2004.  “Liking Is for Doing: The Effects of Goal Pursuit on Automatic Evaluation,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol 87, No 5, pp. 557-572.
Hamann, Stephan B. 1990. “Level-of-Processing Effects in Conceptually Driven Implicit Tasks,” Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory, and Cognition, Vol 16, pp. 970–77.
Jacoby, Larry L. and Mark Dallas. 1981. “On the Relationship Between Autobiographical Memory and Perceptual Learning,” Journal of Experimental Psychology: General, Vol 110,  pp.306–340.
Janiszewski, Chris. 1993. “Preattentive Mere Exposure Effects,” Journal of  Consumer Research, Vol 20, No 3, pp. 376–92.
Kotler, P. and Kevin L Keller. 2006. Marketing Management, 12th ed. New Jersey:  Pearson Education, Inc.
Lee, Angela Y. 2002. “Effects of Implicit Memory on Memory-Based Versus Stimulus-Based Brand Choice,” Journal of Marketing Research, Vol 39 , pp. 440–54.
Lee, Angela Y and Aparna A. Labroo. 2004. “The Effect of Conceptual and Perceptual fluency on Brand Evaluation,” Journal of Marketing Research, Vol 41, No 2, pp. 151-165.
Lee, Angela Y and Aparna A. Labroo. 2007. “Between Two Brands:A Goal fluency Account Of Brand Evaluation,” Journal of Marketing Research, pp. 1-37.
Markman, A. B. and Brendl, C. M. 2000.  “The influence of goals on value and choice,”  Psychology of Learning and Motivation, Vol39, pp. 97–128.
Nedungadi, Prakash. 1990. “Recall and Consumer Consideration Sets: Influencing Choice Without Altering Brand Evaluations,” Journal of Consumer Research, Vol 17,  pp. 263–76.
Reber, Rolf, Piotr Winkielman, and Norbert Schwarz. 1998. “Effects of Perceptual fluency on Affective Judgments,” Psychological Science, Vol 29, No 1, pp. 45–48.
Seamon, John G., et al. 1995.  “The Mere Exposure Effect Is Based on Implicit Memory: Effects of Stimulus Type, Encoding Conditions, and Number of Exposures on Recognition and Affect Judgments,” Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory, and Cognition, Vol 21, No 3, pp. 711–21.
Shah, J. Y. and Higgins, E. T. 2001.  “Regulatory concerns and appraisal efficiency: The general impact of promotion and prevention,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol 80, pp. 693–705.
Shapiro, Stewart. 1999. “When an Ad’s Influence Is Beyond Our Conscious Control: Perceptual and Conceptual fluency Effects Caused by Incidental Ad Exposure,” Journal of Consumer Research, Vol 26, No 1, pp. 16–36.
Susan Heckler., et al. 1997.  “The Effects of Incidental Ad Exposure on the Formation of Consideration Sets,” Journal of Consumer Research, Vol 24 , pp. 94–104.
Tulving, Endel and Daniel L. Schacter. 1990. “Priming and Human Memory Systems,” Science, Vol 247, No 4940, pp. 301–306.
Winkielman, Piotr and John T. Cacioppo. 2001.  “Mind at Ease Puts a Smile on the Face: Psychophysiological Evidence That Processing Facilitation Elicits Positive Affect,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol 81 , pp. 989–1013. *

posted by Jurnal Online Uniflor @ 20.07,

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home