Majalah Ilmiah INDIKATOR, Volume XIII, Nomor 1, Maret 2011
Selasa, 17 April 2012
PENGARUH IKLAN DALAM EVALUASI MEREK PRODUK
Suatu Kajian Teoretis
Oleh
Lambertus langga
Program
Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi,
Universitas
Flores, Jln. Sam Ratulangi, Ende, Flores
Abstrak
Iklan merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh
marketer untuk menginformasi produk mereka kepada konsumen. Penyampaian pesan
yang melalui iklan dapat memberikan pengaruh yang positif atau negatif terhadap
eavaluasi atau pemilihan sebuah produk. Pemilhan produk tersebut dapat dilihat
dari perceptual fluency, conceptual fluency, dan goal fluency. Perceptual
fluency berbicara tentang target produk yang lebih berhubungan dengan fitur
fisik dari sebuah produk. Conceptual fluency berbicara bagaimana informasi
dapat diingat dan dimengerti oleh konsumen. Dan yang terkahir adalah goal
fluency yang mana goal fluency dilihat dari regulasi dari tujuan terhadap
iklan, apakah iklan tersebut menampilkan seruan yang sesuai dengan tujuan
produk yang sesuai juga tujuan konsumen terhadap produk tersebut. Ketiga hal
ini dilihat sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran proses dari suatu
iklan dalam hubungannya dengan evaluasi produk atau pemilihan produk. Dalam hal
ini ketiga hal tersebut memberikan indikasi yang postif terhadap sikap dari
konsumen terhadap evalusi produk. Jika conceptual dan perceptual fluency tinggi
maka konsumen semakin senang untuk mengevaluasi atau memlilih produk tersebut.
Dan jika suatu iklan menyampaikan seruan yang sesuai dengan tujuan konsumen
terhadap produk tersebut (tidak ada konflik) maka konsumen semakin senang untuk
mengevaluasi atau memlilih produk tersebut walaupun ada iklan dengan kategori
produk yang sama telah ditampilkan sebelumnya.
Kata Kunci
Evaluasi merek, perceptual fluency, conceptual fluency, goal
flueny.
PENDAHULUAN
Pada saat ini iklan menjadi salah satu alat yang sering
digunakan oleh marketer dalam menyampaikan informasi tentang
produk/merek kepada konsumen. Iklan dibuat sebaik mungkin agar point of
purchase dari sebuah merek dapat terlihat dengan jelas oleh konsumen.
Pengiklanan yang ada untuk sebuah target (produk/merek) memperlihatkan bahwa
target lebih mudah untuk diakses dari memori, dalam artian lebih mudah untuk
diingat, di mana hal tersebut menimbulkan keinginan konsumen untuk
mengidentifikasi dan mengenal target(produk/merek), yang mana biasa dikenal
sebagai kelancaran proses (Jacoby dan Dallas, 1981).
Kelancaran proses cenderung positif (Reber, Winkielman, and Schwarz, 1998; Seamon et al., 1995),
sehingga ketika kelancaran proses dari target ditingkatkan oleh pengiklanan (exposure)
yang sebelumnya, sikap yang menyenangkan dapat terlihat (Anand and Sternthal,
1991; Bornstein, 1989; Seamon et al., 1995). Kelancaran informasi mungkin
merupakan perceptual dan conceptual secara alami (Tulving
and Schacter, 1990).
Selain kelancaran informasi kemampuan
mengakses memori atau kemampuan untuk diingat merupakan salah satu yang sering
diperhatikan dalam iklan sebagai pertimbangan pemilihan salah satu merek.
Pengaruh kemampuan mengakses memori atau untuk diingat pada pemilihan merek
memberi kesan bahwa pengiklanan sebelumnya meningkatkan kemudahan merek untuk
diingat, yang selanjutnya dapat meningkatkan probabilitas dari sebuah merek
untuk dipertimbangkan dan dipilih dari merek tertentu (Lee, 2002; Nedungadi,
1990; Shapiro, MacInnis, and Heckler, 1997).
Pada keputusan pemilihan produk dan evaluasi
merek, konsumen tidak semata-mata hanya berdasarkan informasi yang diperolehnya
tentang merek tersebut, tetapi juga didasarkan pada sejauh mana kemudahan
informasi yang mereka peroleh dapat diproses oleh mereka. Selain itu, pada
penelitian dalam tujuan dan motivasi menyatakan kesamaan alur
pemikiran di mana konteks iklan mungkin mempengaruhi evaluasi merek. Di mana
individu akan lebih menyukai untuk mengevaluasi sebuah iklan dari suatu merek
ketika isi dari pesannya sesuai dengan tujuan mereka dibandingkan bertentangan
dengan tujuan mereka. Seperti
contoh pada kalimat iklan berikut ini. Pada saat promosi berfokus pada “fruit
juice containing vitamin C which is energizing” maka akan lebih efektif
jika konsumen mengadopsi promotion goal untuk pertumbuhan dan prestasi
dibandingkan prevention goal untuk keamanan dan perlindungan. Namun
ketika promosi berfokus pada “fruit juice containing antioxidant which
prevents cancer and unclogs arteries” maka akan lebih efektif ketika
konsumen mengadopsi prevention goal dibandingkan promotion goal
(Aaker dan Lee, 2001).
PERCEPTUAL, CONCEPTUAL, DAN GOAL FLUENCY PADA IKLAN
Perceptual Fluency
Perceptual fluency menggambarkan kemudahan dari
konsumen untuk dapat mengidetifikasi stimulus target pada pertemuan berikutnya
dan memasukkan proses dari fitur fisik, seperti modality (gambar Vs suara), bentuk. Perceptual fluency
juga dapat dikatakan sebagai keadaan di mana individu dapat menerima dan
mengidentifikasi karakteristik fisik dari sebuah stimulus dan dikenal sebagai
peningkatan dari pengiklanan sebelumnya (Jacoby dan Dallas, 1981). Sebuah
merek yang secara perceptual lancar adalah merek yang dapat dikenal dan
identifikasi oleh konsumen.
Perceptual fluency dari sebuah merek sangat sensitif
dengan perubahan fisik dari iklan sebelumnya, tetapi tidak dipengaruhi oleh
pengembangan yang terjadi pada iklan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa
secara perceptual, logo, penggambaran visual dari merek, dan kejelasan logo
dari sebuah merek. Sehingga jika sebagai marketer ingin mengiklankan
produk mereka, menurut pandangan kelancaran perceptual, merek yang dimaksud
harus ditampilkan dengan jelas seperti yang dapat kita lihat pada gambar 1
(Lee, Angela Y and Aparna A. Labroo, 2004). Pada gambar satu dapat kita lihat
menjadi high perceptual fluency karena ini merupakan iklan dari saus
tomat Kraft. Dikatakan sebagai high perceptual fluency karena pada iklan
menampilkan merek dan produknya dengan jelas, sesuai dengan produk yang
dipasarkan oleh merketer. Sedangkan pada gambar 2 (Lee, Angela Y and Aparna A.
Labroo, 2004) merupakan low perceptual fluency karena pada gambar
tersebut tidak menampilkan produk yang ingin ditawarkan marketer
walaupun menampilkan merek yang akan diperdagangkan.
Conceptual
Fluency
Conceptual fluency megambarkan kemudahan
konsumen mengingat dan mengungkapkan arti dari sebuah proses (Hamann, 1990)
misalnya rangkaian cerita iklan. Dimana keuntungan dari hal ini berasal dari pengembangan
proses namun tidak dipengaruhi oleh perubahan fitur perceptual antar
iklan dari iklan sebelumnya (Lee, 2002). Dengan kata lain conceptual fluency
melihat bagaimana stimulus yang ada dapat ditangkap dan dimengerti oleh
konsumen.
Pada kenyataannya, conceptual fluency mungkin meningkat selama
konsumen ditunjukkan konsep yang berhubungan dengan merek, walaupun hal
tersebut tidak terdapat pada pengiklanan sebelumnya untuk merek dari sebuah
produk yang dimaksud. Hal ini berasal dari pemikiran bahwa konsumen memutuskan
sesuatu berasal dari contoh atau kumpulan informasi yang ada pada pikiran
mereka.
Conceptual fluency banyak berfokus pada
bagaimana pengaruh dari pertimbangan dari sebuah set membership dan
pilihan dibandingkan bagaimana hal tersebut mempengaruhi pendapat atau
keputusan (Lee, 2002; Nedungadi, 1990; Shapiro, 1999). Di mana dengan
adanya conceptual fluency dapat mengarahkan kepada sikap konsumen yang
lebih baik terhadap suatu merek dari sebuah produk.
Kelancaran konseptual berhubungan dengan
konsep, merupakan proses top-down, dan mempunyai keuntungan dari pengembangan.
Selain itu conceptual fluency juga merupakan suatu struktur pengetahuan
yang ada dalam pikiran individu. Sehingga dapat kita lihat bersama bahwa conceptual
fluency dari sebuah merek bergantung pada konsep sebuah iklan dalam
menawarkan sebuah merek produk. High conceptual fluency merupakan keadaan di mana iklan
yang ditawarkan sesuai dengan konteks dari produk seperti iklan saus yang
menggunakan konteks cerita restoran, seperti yang dapat kita lihat pada gambar
3 (Lee, Angela Y and Aparna A. Labroo, 2004). Sedangkan low conceptual fluency merupakan keadaan
dimana iklan yang tawarkan kurang sesuai dengan konteks dari produk seperti
iklan saus yang menggunakan konteks cerita belanja di supermarket seperti pada
gambar 4 (Lee, Angela Y and Aparna A. Labroo, 2004). Kedua hal tersebut
menggambarkan produk yang akan ditawarkan tetapi pada konsep pertama lebih
memberikan konteks yang sangat berhubungan dengan produk dan menekankan fungsi
dan manfaat dari saus tersebut.
Goal Fluency
Tujuan dan motivasi menyatakan kesamaan alur
pemikiran di mana konteks iklan mungkin mempengaruhi evaluasi merek. Selain
itu, dari kedua konteks ini khususnya motivasi menyatakan bahwa obyek mempunyai
tingkat yang berbeda terhadap keinginan dan yang bukan keinginan mereka
berdasarkan situasi. Hal ini terjadi karena adanya prioritas dalam motivasi
dari relevansi tujuan dengan ilmu pengetahuan yang dirasakan perubahannya (Brendl & Higgins, 1996; Lazarus,
1991; Lewin, 1926; Markman & Brendl, 2000; Rosenberg, 1956; Shah &
Higgins, 2001). Dalam konteks ini tujuan
lebih dilihat dari penyampaian dari marketer kepada konsumen
melalui sebuah iklan di mana tujuan marketer dari produk yang
ditawarkannya nampak pada iklan yang diberikan marketer.
Tujuan nampak secara otomatis bukan saja dari isyarat
situasional, tetapi juga representasi mental yang dapat mengarahkan perilaku.
Selain itu, tujuan juga nampak dari perilaku individu lainnya.
Tujuan merupakan salah satu bagian yang nampak dan mempengaruhi
proses pangambilan keputusan individu dengan mengarahkan persepsi dan perhatian
kepada informasi dari luar untuk diingat dan menjadi arahan perilaku individu
yang relevan dengan tujuan dan aktivitas. Dengan kata lain, individu sebagai
penerima tujuan mempengaruhi kemampuan untuk mengakses tujuan sesuai dengan
ilmu pengetahuan yang relevan (Aarts & Dijksterhuis, 2000; Aarts,
Dijksterhuis, & De Vries, 2001; Moskowitz, 2002; Fishbach, Friedman, &
Kruglanski, 2003; Goschke & Kuhl, 1993; Shah, Riedman, &
Kruglanski, 2002).
Ada dua jenis tujuan yang sering dikaitkan dengan kelancaran
proses dalam suatu iklan yaitu goal compatible dan goal conflict.
Jika kedua hal tersebut pada persuasi akan menjadi sebuah pikiran yang
merefleksikan kemudahan atau kesulitan pengalaman proses dari pesan yang
ditujukan kepada penerima. Hal ini dilihat dari kelancaran proses.
Kelancaran suatu proses dari sebuah merek bergantung pada
regulasi tujuan yang sesuai atau bertentangan dengan produk. Dimana jika tujuan
dari marketer menjadi jelas dan dapat ditangkap oleh konsumen melalui
iklan yang diberikan maka proses tersebut menjadi lancar. Hal ini juga yang
membuat reugulasi tujuan mempengaruhi kelancaran proses dalam penyampaian atau
pengiklanan suatu produk sehingga produk tersebut dapat dipilih oleh konsumen.
Evaluasi
Merek
Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan merek (brand)
sebagai “nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari
semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau
kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing.
Perbedaan yang ada bisa fungsional, rasional, atau berwujud yang dikaitkan
dengan kinerja produk dari merek tersebut.
Merek mengidentifikasi sumber atau pembuat produk dan
menungkinkan konsumen baik itu individual atau organisasi untuk menetapkan
tanggung jawab pada pembuat atau distributor tertentu. Konsumen dapat
mengevaluasi produk yang identik secara berbeda tergantung pada bagaimana
produk diberi merek. Dimana hal tersebut dapat berdasarkan pengalaman masa lalu
atau dari iklan produk yang sejenis namun mempunyai merek yang berbeda.
Merek juga memberikan manfaat-manfaat bagi persusahaan. Manfaat-manfaat
tersebut antara lain (1) merek menyederhanakan penanganan atau penelusuran
produk (2) merek membantu untuk mengorganisasikan catatan persediaan dan
catatan keuangan (3) merek juga menawarkan perlindungan hukum yang kuat untuk
fitur dan aspek produk yang unik melaui paten, kemasan yang terdaftar, hak cipta
dan rancangan (4) merek dapat menandakan satu tingkat mutu tertentu, sehingga
pembeli yang puas dapat lebih mudah memilih produk (5) merek dapat menjadi
sarana yang kuat untuk mengamankan keuntungan bersaing.
Pada kenyataannya merek merupakan asset yang fundamental dari bisnis apapun,
dimana jika konsumen melakukan evaluasi produk tersebut dapat dipengaruhi oleh perceptual
fluency yaitu yang berhubungan dengan fisik yang menunjukkan merek
tersebut, conceptual fluency yang berhubungan dengan bagaimana merek
tersebut dapat diingat, dan goal fluency yang berhubungan dengan
bagaimana merek tersebut dapat menyampaikan tujuan dari produk tersebut. Ketiga
hal ini dapat dilihat pada merek melalui iklan yang ditawarkan marketer
kepada konsumen.
Dalam melakukan evaluasi produk yang pada akhirnya menjadi suatu evaluasi
produk, perceptual fluency dan conceptual fluency sering dilihat
secara bersamaan dalam suatu iklan walaupun kedua hal ini sebenarnya berbeda. Perceptual
fluency digunakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi evaluasi
terhadap merek karena dalam penelitian di bidang perilaku konsumen telah
menunjukkan bahwa tambahan-tambahan kecil dalam sebuah iklan untuk logo, nama
merek atau gambar dari produk yang diiklankan mengarahkan kepada kesenangan
untuk melakukan evaluasi atau pemilihan produk ( Janiszewski 1993). Dalam
beberapa penelitian menyatakan bahwa pengalaman dari perceptual fluency
merupakan valensi yang positif (Reber et al., 1998; Winkielman dan Cacioppo,
2001), di mana iklan yang sebelumnya dapat memberikan peningkatan jika ada
peningkatan perceptual fluency yang pada akhirnya mengarah kepada sikap
yang lebih menyenangkan dari konsumen untuk memilih suatu merek atau produk.
Namun dalam kelancaran memproses suatu iklan sehingga dapat mengarahkan kepada
evaluasi merek tidak hanya dapat dilakukan dengan melihat pengaruh dari perceptual
fluency saja. Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah conceptual
fluency. Di mana menurut Tversky dan Kahneman (1973, p.208) menyatakan
bahwa individu sering membuat keputusan berdasarkan pada seberapa mudah suatu
hal dapat diingat atau dimengerti. Dalam conceptual fluency kita melihat
bagaimana stimulus yang diberikan dapat diingat oleh konsumen dan konsumen
tersebut dapat menangkap maksud dari iklan sebuah produk sehingga lebih mudah
untuk diproses. Sama seperti perceptual fluency, conceptual fluency
merupakan valensi yang positif yang mengarahkan kepada sikap yang lebih
menyenangkan dari konsumen untuk memilih suatu merek atau produk.
Banyak riset yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti di bidang pemasaran
untuk melihat pengaruh kedua faktor ini terhadapat evaluasi merek. Salah satu
peneliti yang melihat pengaruh kedua faktor ini adalah Lee dan Labroo (2004)
dimana dalam penelitiannya mereka menggunakan beberapa eksperimen untuk
menunjukkan pengaruh kedua hal tersebut pada evaluasi merek. Untuk menjelaskan
pengaruh kedua faktor tersebut digunakan sebuah iklan yang memuat kedua varibel
tersebut seperti pada gambar 5 (Lee, Angela Y and Aparna A. Labroo, 2004). Dari
gambar 5 dapat kita lihat kombinasi yang digunakan untuk masing-masing faktor
dimana yang menjadi produk yang akan ditawarkan oleh marketer adalah
produk saus tomat.
Dari eksperimen dengan menggunakan keempat skenario di atas
terhadap 86 mahasiswa perguruan tinggi yang belum lulus pada negara bagian
timur dimana keempat kondisi tersebut dilakukan secara random, diperoleh hasil
seperti yang terdapat pada gambar 6 (Lee, Angela Y and Aparna A. Labroo, 2004).
Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa evaluasi merek atau sikap yang mengarah
kepada produk akan lebih disukai pada keadaan perceptual fluency dan conceptual
fluency yang tinggi dibandingkan pada saat conceptual fluency tinggi
dan perceptual fluency rendah atau dibandingkan dengan saat conceptual
fluency rendah dan perceptual fluency tinggi. Dari hasil ini
terlihat bahwa conceptual fluency dan perceptual fluency
mengarahkan kepada sikap yang lebih positif dari konsumen.
Selain perceptual dan conceptual fluency, dalam evaluasi merek juga
dipengaruhi oleh kemampuan mengakses yang tinggi terhadap regulasi tujuan dalam
pirikan konsumen saat melakukan evalusi merek. Dimana regulasi tujuan akan
mengarahkan kepada sikap yang lebih disukai kepada suatu merek jika regulasi
tujuan dari merek atau produk tersebut dapat dengan mudah diproses. Hal ini
terjadi jika regulasi tujuan dari produk tersebut (target) sesuai dengan tujuan
yang telah dihadirkan sebelumnya. Sehingga jika regulasi tujuan dari target berlawanan
dengan tujuan dari produk yang telah diiklankan sebelumnya, konsumen akan
mempunyai sikap yang kurang menyenangkan terhadap produk tersebut (tidak
menyukai produk tersebut).
Evaluasi konsumen terhadap suatu merek produk
dapat secara positif atau secara negatif dipengaruhi oleh iklan produk yang
sebelumnya dari kategori terkait, tergantung pada apakah regulasi tujuan
dari iklan target sesuai atau bertentangan dengan regulasi tujuan yang
nampak oleh iklan produk yang terkait. Dari sebab itu ada dua strategi
yang dapat dipertimbangkan untuk mengukur efektivitas yang maksimum dari sebuah
iklan yang dilakukan oleh marketer antara lain (1) iklan dapat
menegosiasikan untuk mempunyai tempat pertama saat commersial break
untuk menghindari pengaruh konteks negatif lainnya (2) Pengiklan sebaiknya
menampilkan regulasi tujuan yang sesuai dengan fokus regulasi dari daya tarik
atau seruan dan menghadirkan daya tarik atau seruan tersebut secara langsung
pada frame iklan yang konsisten dengan regulasi tujuan untuk
memilimalisasi potensial konflik tujuan yang muncul dari iklan sebelumnya.
Pada akhirnya dapat kita lihat bahwa melalui iklan kita dapat mengevalusi
sebuah merek atau produk yang akan mengarah kepada pemilihan produk. Dimana
produk tersebut dipilih berdasarkan apa yang dilihat, dimengerti, dan sesuai
dengan tujuan dari konsumen.
KESIMPULAN
Iklan menjadi suatu media yang sering digunakan oleh marketer
dalam menginformasikan produknya. Melalui iklan konsumen dapat mengevaluasi
merek atau produk. Dalam mengavaluasi suatu produk, sikap konsumen dapat
diarahkan oleh perceptual fluency, conceptual fluency, dan goal
fluency.
Percepualfluency, conceptual fluency, dan goal
fluency malihat iklan dalam satu kesatuan yang dapat membantu dalam
mengevaluasi atau memilih produk. Pereceptualfluency melihat fitur fisik
dari sebuah produk yang ditampilkan dalam iklan. Conceptual fluency
melihat apakah iklan tersebut dapat diingat dan dimengerti oleh konsumen, dan goal
fluency melihat tujuan dari marketer sesuai dengan yang dipikirkan
atau diadopsi oleh konsumen atau tidak sehingga dapat mengurangi konflik.
Ketiga faktor ini mempunyai hubungan yang positif terhadap evaluasi merek
dimana mengarahkan sikap konsumen untuk menjadi lebih senang mengevaluasi atau
memilih produk tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Aaker, Jennifer L and Angela Y. Lee. 2001.
“"I" Seek Pleasures and "We" Avoid Pains:
The Role of Self-Regulatory Goals in Information
Processing and Persuasion,” Journal of Consumer Research, Vol 28, pp.
33-49.
Aarts, H. and Dijksterhuis, A. 2000.
“Habits as Knowledge Structures: Automaticity in Goal-Directed
Behavior,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol 78, pp.
53–63.
Anand, Punam and Brian
Sternthal. 1991. “Perceptual fluency and Affect Without Recognition,” Memory
& Cognition, Vol 19, No 3, pp. 293–300.
Brendl, C. M., & Higgins, E. T.
1996. “Principles of judging valence: What Makes Events Positive or
Negative? In M. P. Zanna (Ed.),” Advances in Experimental Social Psychology,
Vol. 28, pp. 95–160.
Ferguson, Melissa J. and John A.
Bargh. 2004. “Liking Is for Doing: The Effects of Goal Pursuit on
Automatic Evaluation,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol
87, No 5, pp. 557-572.
Hamann, Stephan B.
1990. “Level-of-Processing Effects in Conceptually Driven Implicit Tasks,” Journal
of Experimental Psychology: Learning, Memory, and Cognition, Vol 16, pp.
970–77.
Jacoby, Larry L. and
Mark Dallas. 1981. “On the Relationship Between Autobiographical Memory and
Perceptual Learning,” Journal of Experimental Psychology: General, Vol
110, pp.306–340.
Janiszewski, Chris.
1993. “Preattentive Mere Exposure Effects,” Journal of Consumer
Research, Vol 20, No 3, pp. 376–92.
Kotler, P. and Kevin L
Keller. 2006. Marketing Management, 12th ed. New Jersey:
Pearson Education, Inc.
Lee, Angela Y. 2002. “Effects of Implicit Memory on Memory-Based Versus
Stimulus-Based Brand Choice,” Journal of Marketing Research, Vol 39 ,
pp. 440–54.
Lee, Angela Y and Aparna A. Labroo.
2004. “The Effect of Conceptual and Perceptual fluency on Brand
Evaluation,” Journal of Marketing Research, Vol 41, No 2, pp. 151-165.
Lee, Angela Y and Aparna A. Labroo.
2007. “Between Two Brands:A Goal fluency Account Of Brand Evaluation,” Journal
of Marketing Research, pp. 1-37.
Markman, A. B. and Brendl, C. M.
2000. “The influence of goals on value and choice,” Psychology
of Learning and Motivation, Vol39, pp. 97–128.
Nedungadi, Prakash.
1990. “Recall and Consumer Consideration Sets: Influencing Choice Without
Altering Brand Evaluations,” Journal of Consumer Research, Vol 17,
pp. 263–76.
Reber, Rolf, Piotr
Winkielman, and Norbert Schwarz. 1998. “Effects of Perceptual fluency on
Affective Judgments,” Psychological Science, Vol 29, No 1, pp. 45–48.
Seamon, John G., et
al. 1995. “The Mere Exposure Effect Is Based on Implicit Memory: Effects
of Stimulus Type, Encoding Conditions, and Number of Exposures on Recognition
and Affect Judgments,” Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory,
and Cognition, Vol 21, No 3, pp. 711–21.
Shah, J. Y. and Higgins, E. T. 2001.
“Regulatory concerns and appraisal efficiency: The general impact of
promotion and prevention,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol
80, pp. 693–705.
Shapiro, Stewart.
1999. “When an Ad’s Influence Is Beyond Our Conscious Control: Perceptual and Conceptual
fluency Effects Caused by Incidental Ad Exposure,” Journal of Consumer
Research, Vol 26, No 1, pp. 16–36.
Susan Heckler., et al.
1997. “The Effects of Incidental Ad Exposure on the Formation of
Consideration Sets,” Journal of Consumer Research, Vol 24 , pp. 94–104.
Tulving, Endel and
Daniel L. Schacter. 1990. “Priming and Human Memory Systems,” Science,
Vol 247, No 4940, pp. 301–306.
Winkielman, Piotr and
John T. Cacioppo. 2001. “Mind at Ease Puts a Smile on the Face:
Psychophysiological Evidence That Processing Facilitation Elicits Positive
Affect,” Journal of Personality and Social Psychology, Vol 81 , pp.
989–1013. *
posted by Jurnal Online Uniflor @ 20.07,
0 Comments:
Posting Komentar