Majalah Ilmiah INDIKATOR, Volume XIII, Nomor 1, Maret 2011
Selasa, 17 April 2012
PELAKSANAAN HAK REKLAME PENJUAL PADA PENJUALAN SEPEDA MOTOR
DENGAN SISTEM SEWA BELI
Oleh Yohanes Don Bosco Watu
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas
Hukum,
Universitas Flores, Jln. Sam
Ratulangi, Ende, Flores
Absrak
Sepeda
motor merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia. Sepeda motor selain dijual
dengan pembayaran secara lunas juga ditawarkan penjualan dengan pembayaran
secara diangsur. Salah satu caranya adalah dengan sewa beli, pembayaran
dilakukan dengan diangsur setiap bulan dan setelah angsuran
lunas barulah kepemilikan sepeda motor diserahkan dari penjual
kepada pembeli. Kewajiban pembeli mengangsur harga sepeda motor setiap bulan.
Kadang-kadang pembeli sepeda motor setiap bulan. Kadang-kadang
pembeli sepeda motor tidak mengangsur secara rutin, terlambat beberapa hari dan
bahkan tidak mengangsur sama sekali angsurannya beberapa bulan. Apabila tidak
membayar angsuran selama beberapa bulan berturut-turut akan mengakibatkan
penjual mengalami kerugian. Sewa beli dilaksanakan dengan perjanjian
tertulis yaitu dengan Surat Perjanjian Sewa Beli yang didalamnya memuat
ketentuan apabila pembeli tidak membayar angsuran selama
beberapa bulan maka sepeda motor ditarik oleh penjual. Hak yang ada pada penjual
dinamakan Hak Reklame dengan maksud untuk melindungi kepentingan penjual.
Kata Kunci
Sewa beli sepeda motor, pembeli
tidak mengangsur, penjual menarik sepeda motor
PENDAHULUAN
Transportasi sudah merupakan kebutuhan hidup pokok manusia
di samping sandang, pangan, dan papan. Transportasi diperlukan sebagai sarana
seseorang dengan cepat menuju tempat tujuan. Tempat tujuan itu, baik ke tempat
bekerja, ke sekolah / kuliah, ataupun ketempat lainnya. Alat
transportasi berupa sepeda motor dan mobil.
Saat ini setiap rumah tangga boleh dikatakan memiliki sebuah
sepeda motor bahkan lebih dan sudah tidak dianggap barang mewah
lagi. Sedangkan mobil masih terbatas kepemilikannya dan masih
dianggap barang mewah. Di ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Timur dikenal
dengan Kota Pelajar ataupun kota-kota lainnya seperti Ende,
Maumere, Larantuka tempat parkir di kampus perguruan tinggi baik negeri
ataupun swasta dan juga di sekolah lanjutan atas (SMU/SMK) dipenuhi
beraneka macam jenis dan merek sepeda motor. Hal ini juga terdapat di kantor
pemerintah ataupun swasta.
Apabila dilihat cara penjualan sepeda motor ditawarkan
beberapa alternatif cara penjualan. Hal ini sebagai akibat jumlah produksi
sepeda motor cukup banyak dan daya beli masyarakat belum cukup baik.
Selain penjualan secara tunai ditawarkan penjualan
yang pembayarannya secara diangsur setiap bulan, baik dengan uang muka (down
payment) atau tanpa uang muka, baik ditawarkan untuk masyarakat umum atau
untuk profesi tertentu (PNS, guru anggota TNI/Polri). Masyarakat umum lebih
mengenal pembelian sepeda motor secara angsuran atau kredit. Penjualan sepeda
motor secara angsuran atau kredit dilakukan dengan beberapa macam cara, antara
lain dengan sewa beli (hire purchase atau huurkoop). Fiducia yang
bekerja sama dengan Perusahaan Pembiayaan Konsumen (Consumer’s Finance
Company) dan Sewa Guna Usaha (Leasing). Tulisan ini hanya membahas masalah
penjualan sepeda motor secara angsuran dengan system sewa beli.
Sewa beli (hire purchase atau huurkoop), pembeli akan
mengangsur sepeda motor kepada penjual / dealer setiap bulan dan paling lama
sampai 5 tahun (60 bulan), setelah angsuran lunas terakhir lunas barulah bukti
kepemilikan sepeda motor berupa BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor)
diserahkan dari penjual /dealer sepeda motor secara sah setelah berakhirnya
angsuran dan BPKB diserahkan oleh penjual kepada pembeli.
Dalam pembelian sepda motor secara angsuran akan timbul
persoalan apabila pembelian sepeda motor tidak menepati janjinya atau
wanprestasi berupa membayar angsuran tepat pada waktu sesuai dengan Surat
Perjanjian Sewa Beli. Sebagai akibatnya pernjualan atau dealer sepeda motor
akan menderita kerugian.
Berdasarkan latar belakang dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut :
a.
Bagaimana konsep pemilikan tentang
Hak Reklame ?
b. Apakah dasar hukum
menarik kembali (Hak Reklame atau reclaim right) sepeda
motor dari penjual atau dealer sepeda motor untuk menarik sepeda
motor dari penjual atau dealer sepeda motor untuk menarik
sepeda motor dari pembeli karena tidak menepati janjinya (wanprestasi
atau berach of contract) berupa membayar angsuran ?
c.
Bagaimana aspek perlindungan
konsumen (pembeli) dengan ditariknya sepeda motor oleh penjual karena pembeli
tidak menepati janjinya (wanprestasi atau breach of contract) berupa
membayar angsuran ?
PEMBAHASAN
1. Pengertian dan Tujuan Hak Reklame
Pengertian hak reklame atau Reclaim Right dikemukakan oleh :
a.
Abdulkadir Muhammad (1999:330)
menyatakan Hak Reklame adalah hak penjual untuk menuntut pengembalian
barang jualan yang masih ada ditangan pembeli karena harga tunai barang
tersebut belum dibayar atau baru dibayar sebagian.
b. Subekti (1995 : 31) menyatakan Hak
Reklame adalah jika suatu jual-beli tanpa sesuatu janji bahwa harga
barang boleh diangsur atau dicicil (jual beli yang demikian dinamakan jual beli
tunai) dan pembeli tidak membayar harga itu, maka selama barangnya masih
ditangannya pembeli, penjual dapat menuntut kembali barangnya, asal penuntutan
kembali itu dilakukan dalam jangka waktu tiga puluh hari.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
hak reklame merupakan hak menuntut kembali yang ada pada tangan penjual
terhadap suatu barang yang dijual secara tunai, barang sudah ada ditangan pembeli,
pembeli belum membayarnya atau baru membayar sebagian, penjual dapat menuntut
kembali barangnya.
Pasal 1338 kalimat kedua KUH Perdata menentukan bahwa
perjanjian yang dibuat secara sah tidak dapat ditarik secara sepihak.Pembatalan
perjanjian dalam hal ini perjanjian jual beli secara sepihak tentu ada
sebabnya. Sebabnya yaitu debitor (pembeli) tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi)
membayar harga barang itu. Dengan pembatalan perjanjian maka terjadi pemulihan
hak yaitu pengembalian barang yang sudah dijual karena harganya belum dibayar.
Upaya khusus yang diberikan Undang – undang kepada penjual tidaklah
bertentangan dengan Pasal 1338 kalimat kedua KUH Perdata.
Tujuan dari Hak Reklame adalah untuk melindungi kepentingan
penjual apabila pembeli tidak membayar harga penjualan maka dengan menarik
kembali secara sepihak barang yang dijadikan objek jual beli. Pasal 1513 KUH
Perdata menyatakan bahwa kewajiban utama pembeli adalah membayar harga
pembelian, pada waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian.
Mengenai waktu pembayaran dapat ditetapkan menurut perjanjian yaitu :
a. Dibayar secara tunai pada saat
terjadinya jual beli
b. Dibayar pada waktu atau
kesempatan yang akan dating
c. Dibayar dengan uang muka dan sisanya
dibayar pada waktu yang akan datang baik secara tunai maupun secara diangsur.
d. Dibayar tanpa uang muka dan sisanya
dibayar pada waktu yang akan datang baik secara tunai maupun secara diangsur.
Subekti (1995 : 20 – 21) menyatakan
bahwa harga pembelian haruslah berupa uang. Kalau dibayar dengan barang
bukanlah perjanjian jual beli melainkan perjanjian tukar menukar dan kalau
dibayar dengan jasa, perjanjiannya akan menjadi perjanjian kerja atau
perburuhan.
1. Dasar Hukum Hak Reklame
a.
Hak Reklame diatur dalam :
1) Pasal 1145 dan 1146a KUH Perdata
yaitu berupa Hak Reklame diluar Kepailitan
2) Pasal 230 sampai dengan pasal 239
KUHD yaitu Hak Reklame dalam Kepailitan
3) Dalam Perjanjian Jual Beli dalam
bentuk tertulis (sales contract) yang sudah dibuat secara baku/standard.
Secara garis besar ketentuan dalam pasal 1145 KUH Perdata menetapkan
syarat – syarat Hak Reklame diluar
Kepailitan sebagai berikut :
1. Benda yang diperjual belikan adalah
benda tetap
2. Jual beli dilakukan secara kontan
3. Benda yang dijual sudah diserahkan
kepada pembeli
4. Benda masih berada ditangan pembeli
5. Harga pembelian belum dibayar atau
diangsur sebagian
6. Jangka waktu pelaksanaan Hak Reklame
adalah 30 (tiga puluh) hari setelah penyerahan barang.
KUHD menambahkan bahwa Hak Reklame
dalam Kepailitan selain diatur dalam Pasal 1145 KUH Perdata juga ada syarat
tambahan antara lain :
1) Jual beli dilakukan secara tunai
atau angsuran.
2) Pembeli dinyatakan jatuh pailit.
3) Jangka waktu pelaksanaan Hak Reklame
selama 60 (enam puluh) hari.
Hak Reklame dalam perjanjian
ketentuannya diatur dalam perjanjian jual beli yang berbentuk tertulis. Hal ini
sesuai dengan asas kebebasan berkontrak. Para pihak yang membuat perjanjian
jual beli diperbolehkan mengesampingkan ketentuan dalam KUH Perdata, Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) ataupun Undang-Undang yang lain asalkan tidak
melanggar norma agama, kesopanan, dan kesusilaan dengan membuat ketentuan tersendiri.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 kalimat pertama KUH Perdata yang
menyehatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Undang-Undang bagi pembuatnya. Ketentuan yang dibuat oleh para pihak tadi
agar mempunyai kekuatan hukum sebagai pembuktian dalam pelaksanaannya harus
dimuat sebagai syarat – syarat atau klasula/klausula dalam perjanjian jual beli
yang dibuat secara tertulis. Misalnya disepakati mengenai harga dibayar secara
diangsur dan apabila beberapa waktu tertentu pembeli tidak membayar angsuran
maka barangnya akan ditarik oleh penjual juga syarat Hak Reklame terjadi di
luar Kepailitan atau dalam Kepailitan.
b. Sifat Hukum Hak Reklame
Sukardono (dalam Muhammad. 1999 :
330) menyatakan bahwa hak reklame itu sebagai upaya yang diberikan oleh Undang
– Undang kepada penjual untuk memperoleh kembali hak milik atas barang yang
sudah dijual. Pendapat Soekardono perlu ditambah bahwa hak khusus tidak berasal
dari Undang – undang saja (KUH Perdata atau KUHD) tetapi juga dari perjanjian
jual beli yang dibuat secara tertulis yang oleh para pihak dan pembayaran harga
barang selain secara tunai dan belum dibayar dapat juga secara angsuran dan
angsuran belum dibayar. Pelaksanaan hak reklame dengan sendirinya
berakibat pembatalan secara sepihak perjanjian jual beli perdagangan.
Pasal 1338 kalimat kedua KUH Perdata
menentukan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah tidak dapat ditarik secara
sepihak. Pembatalan perjanjian dalam hal ini perjanjian jual beli secara
sepihak tentu ada sebabnya. Sebabnya yaitu debitor (pembeli) tidak memenuhi
kewajibannya sesuai Pasal 1513 KUH Perdata (wanprestasi atau breach of
contract) membayar harga barang itu. Dengan pembatasaln perjanjian maka
terjadi pemulihan hak yaitu pengembalian barang yang sudah dijual karena
harganya belum dibayar. Upaya khusus yang diberikan undang-undang kepada
penjual tidaklah bertentangan dengan pasla 1338 kalimat kedua KUH Pedata.
c.
Pelaksanaan Hak Reklame
Pelaksanaan Hak Reklame diluar
Kepailitan apabila telah memenuhi persyaratan maka penjual menyampaikan
permohonan sommatie kepada Pengadilan Negeri yang berwenang, Ketua
Pengadilan memerintahkan Jurusita untuk menyampaikan sommatie kepada
pembeli mengenai pengembalian benda yang telah diserahkan itu
(Muhammad, 1999 : 329).
Pelaksanaan Hak Reklame dalam Kepailitan apabila telah
memenuhi persyaratan pelaksanaanya dapat dilakukan secara lisan saja, tidak
perlu digugat atau dengan permohonan kepada Pengadilan Negeri, namun apabila
tidak dapat dilakukan secara lisan, barulah ditempuh penyelesaian melalui
Pengadilan Negeri (Muhammad : 330).
Pelaksanaan Hak Reklame dalam
Kepailitan apabila telah memeuhi persyaratan pelaksanaanya dapat dilakukan
secara lisan saja, tidak perlu digugat atau dengan permohonan kepada
Pengadilan Negeri, namun apabila tidak dilakukan secara lisan saja, tidak perlu
digugat atau dengan permohonan kepada Pengadilan Negeri, namun
apabila tidak dapat dilakukan secara lisan barulah ditempuh penyelesaikan
melalui Pengadilan Negeri (Muhammad : 330).
Pelaksanaan Hak Reklame menurut
perjanjian dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian
jual beli yang dibuat secara tertulis Lazimya dilakukan secara lisan , artinya
pembeli diberitahu terlebih dahulu bahwa belum melakukan kewajibannya untuk
membayar harga barang atau angsuran dan diberi kesempatan untuk segera
melakukan kewajibannya dan apabila tidak memenuhi kewajibannya barulah Hak
Reklame dilaksanakan.
2. Hak Reklame dari Aspek Perlindungan
Konsumen
Dalam kegiatan bisnis atau jual beli terdapat hubungan yang
saling membutuhkan antara pelaku usaha dalam hal ini penjual dengan konsumen
atau pembeli / pemakai barang atau jasa (Bintang, 2000 : 107). Pelaku usaha
dalam hal ini penjual dalam kegiatan bisnis atau jual beli akan memperoleh
keuntungan atau laba dari adanya transaksi dengan konsumen atau pembeli.
Konsumen atau pembeli akan memperoleh kepuasan melalui pemenuhan
kebutuhan terhadap produk berupa barang atau jasa.
Dalam kegiatan bisnis atau jual beli idealnya
hubungan antara pelaku usaha dan konsumen bersifat sederajat, setara,
seimbang. Dalam pelaksanaanya ternyata tidak demikian. Pihak consumen
dalam posisi tawar-menawar (bargaining position) kadang-kadang lemah
dan menjadi bahan eksploitasi dari pelaku usaha yang mempunyai kedudukan
kuat baik dari aspek social maupun aspek ekonomi. Untuk melindungi dan
memberdayakan konsumen diperlukan adanya aturan tentang Perlindungan terhadap
konsumen. Untuk ini Pemerintah RI telah mengundangkan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (disingkat dengan UUPK).
Pasal 4 huruf g UUPK menentukan bahwa hak konsumen
adalah untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. Pasal 7 huruf c UUPK menentukan bahwa kewajiban pelaku
usaha memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif. Dalam rangka pelayanan kepada konsumen, pelaku usaha
apabila ingin menerapkan klausula baku misalnya Hak Reklame apabila dalam
jual beli barang secara lisan akan diberlakukan Hak Reklame, pelaku usaha dalam
hal ini penjual harus memberitahukan terlebih dahulu kepada konsumen atau
pembeli. Hal ini khususnya untuk jual beli barang yang pembayaran akan
dilakukan pada waktu yang akan datang baik secara lunas dibayarnya ataupun
diangsur sementara barang sudah diserahkan dari penjual kepada pembeli. Setelah
konsumen atau pembeli mengetahuinya dan menyetujuinya barulah Hak Reklame itu
nantinya dapat dilaksanakan oleh pelaku usaha atau penjual.
Apabila jual beli dilakukan dengan perjanjian tertulis yang
dituangkan dalam perjanjian baku maka Hak Reklame yang ditetapkan
oleh penjual secara sepihak harus diberitahukan terlebih dahulu dengan cara
pembeli membaca perjanjian jual beli tertulis (sales contract) sudah
dipersiapkan oleh penjual. Apabila pembeli menyetujuinya, barulah perjanjian
jual beli tertulis tersebut ditanda-tangani oleh kedua belah pihak.
Pasal 1 angka 10 UUPK menentukan sebagai berikut :
“Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan
syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu
secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau
perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”.
Pasal 18 ayat (1) huruf g UUPK menentukan bahwa
pelaku usaha dalam menawarkan barang / atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku
pada setiap dokumen dan/ atau perjanjian, apabila :
“Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru tambahan, lanjutan, dan /atau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak aoleh pelaku usaha dalam masa konusmen memanfaatkan jasa yang
dibelinya”.
Dalam rangka perlindungan kepada konsumen baik jual beli barang
secara tertulis (dituangkan dnegan adanya dokumen atau perjanjian
baku/standar) atau secara lisan (cakup dengan perjanjian) apabila penjual akan
memberlakukan Hak Reklame dalam rangka pelayanan kepada pembeli harus
memberitahukan terlebih dahulu dan bukan setelah terjadinya
perjanjian jual beli, pembeli menyetujuinya dan barulah Hak Reklame akan
dipergunakan oleh penjual apabila pembeli wanprestasi (breach of contract)
berupa tidak membayar harga barang, sisa harga barang atau angsuran dari barang
yang dibelinya. Hak Reklame tidak boleh dijadikan aturan baru,
tambahan,lanjutan dan/atau pengubahan dari perjanjian yang sudah dibuat antara
penjual dan pembeli baik secara lisan atau tertulis.
a. Pengertian Sewa Beli
Sewa beli pada mulanya merupakan ciptaan dalam praktek
atau kebiasaaan yang memang diperbolehkan (Subekti, 1995 : 51). Hal ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 1338 kalimat pertama KUH Perdata yang menentukan
bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang
bagi mereka yang membuatnya.
Gagasan dsarnya untuk menampung keinginan anggota
masyarakat. Masyarakat sebagai konsumen memerlukan sesuatu barang, sedang daya
belinya lemah dalam arti tidak dapat membayar harga barang secara tunai.
Penjual membuat gagasan penawaran kepada masyarakat berupa harga barang boleh
diangsur atau dicicil, tetapi sebagai jaminan, barang tersebut sebelum angsuran
atau cicilan lunas tidak boleh dijual oleh pembeli. Hak milik barang baru akan
diserahkan oleh penjual kepada pembeli setelah angsuran terakhir lunas dibayar
oleh pembeli dan selama proses sewa beli berlansgung, pembeli berstatus sebagai
penyewa.
Pasal 1 huruf a Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi
Nomor : 34/KP/II/1980 tentang perizinan kegiatan sewa beli (Hire Purchase),
Jual Beli dengan angsuran dan sewa (Renting) memberikan pengertian sewa
beli (Hire Purchase) sebagai berikut :
“Sewa Beli (Hire Purchase) adalah jual beli barang
dimana penjual melaksanakan penjualan barang denga cara memperhitungkan
setiap pembayareab yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan harga barang
yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak
milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepad apembeli
setelah jumlah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual”.
Sedang Subekti (1995 : 52) menyatakan sewa beli adalah
suatu macam jual beli setidak-tidaknya ia lebih mendekati jual beli dari pada
sewa menyewam meskipun ia merupakan suatu campuran dari keduanya. Sewa beli
merupakan salah satu cara jual beli yang ditawarkan oleh penjual yang
ternyata merupakan perjanjian campuran antara jual beli dan sewa menyewa
namun lebih mendekati jual beli. Artinya lebih banyak ketentuan dalam sewa
menyewa walau tidak mengabaikan ketentuan sewa menyewa.
Dalam pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Perdagangan dan
Koperasi Nomor : 34/KP/II/1980 ditentukan barang-barang yang boleh disewa
belikan sebagai berikut :
“Barang-barang yang boleh disewa belikan (hire purchase),
dan dijual belikan secara angsuran adalah semua barang niaga tahun lama baru
dan tidak mengalami perubahan teknis, baik berasal dari produksi sendiri maupun
hasil produksi/perakitan (asemling) lainnya didalam negeri, kecuali
apabila produksi dalam negeri belum memungkinkan untuk itu”.
Dalam praktek barang tahun lama yang dapat disewa belikan
berupa kendaraan bermotor yaitu seoeda motor dan mobil, tetapi dalam tulisan
ini hanya dibahas mengenai sepeda motor saja.
b. Surat Perjanjian Sewa Beli
Surat Perjanjian Sewa Beli atau SPSB merupakan formulir
yang tinggal diisi kelengkapannya yangs udah dipersiapkan oleh pihak dealer
yang merupakan bentuk perjanjian baku atau perjanjian standard.
Syarat-syarat khusus atau klausula buku yang ditentukan oleh
pihak dealer secara terperinci dimasukan dalam SPSB.
Badrulzaman (1994:147) menjelaskan bahwa perjanjian baku
memiliki karakter sebagai berikut :
1) Ditentukan sepihak
2) Berbentuk formulir
3) Mengandung syarat eksenorasi, yaitu
syarat dari pihak kreditor untuk mengelakkan dirinya dari tanggung jawab yang
seharusnya menjadi kewajibannya.
4) Dicetak dengan huruf kecil
5) Dosodorkan kepada konsumen sebagai
take it or leave it contract.
Sedang sisi laindari perjanjian baku menurut Badrulzaman
(1994 : 50) adalah sebagai berikut :
1) Isinya ditentukan secara sepihak
oleh kreditor yang posisinya relative kuat dari debitor
2) Debitor sama sekali tidak ikut
menentukan isi perjanjian
3) Terdorong oleh kebutuhan debitor
terpaksa menerima perjanjianitu
4) Bentuknya tertulis
5) Dipersiapkan terlebih dahulu secara
missal atau individual
Muhammad (1982:126) menyatakan bahwa apabila pokok
perjanjian sangat berharga perjanjiannya sangat rumit dan waktunya akan
berlangsung lama, misalnya karena pembayaran secara kredit, biasanya
pihak-pihak akan menentukan syarat yang lebih khusus dan terperinci secara
jelas dalam bentuk perjnajian tertulis dengan tujuan untuk pembeuktian misalnya
asuransi, sewa beli.
Berdasarkan pendapat Badrulzaman dan Muhammad dapat
disimpulkan karena sewa beli merupakan perjanjian sangat berharga, rumit dan
memakan waktu lama karena pembayaran dilakukan secara kredit dan adanya
syarat-syarat khusus atau klausula baku yang ditentukan secara sepihak (kreditor)
maka harus dilaksanakan dalam bentuk perjanjian tertulis dengan naman Surat
Perjanjian Sewa Beli atau SPSB yang formulirnya sudah dipersiapkan oleh
kreditor dengan tujuan untuk pembuktian.
Surat Perjanjian Sewa Beli harus dibaca secara cermat
oleh calon pembeli termasuk syarat-syarat tertentu atau klausula baku
yang ada didalamnya. Setelah membaca dengan cermat serta mengetahuinya,
pembeli menandatangani SPSB tersebut. Dengan penandatanganan SPSB oleh
pembeli berarti pembeli menyetujui seluruh ketentuan yang tertulis dalam SPSB.
Sesuai dengan sifatnya sebagai take it or leave it contract maka kalau semua
syarat disetujui maka langsung dilaksanakan perjanjian itu (take it).
Kalau tidak menyetujuinya maka perjanjian itu ditinggalkan (leave it).
Pembeli menandatangani semua syarat dalam SPSB karena nilai awalnya akan
membeli sepeda motor dengan system sewa beli, terdorong dari kebutuhan karena
terbatasnya keuangan.
c.
Pelaksanaan Hak Reklame dalam
Perjanjian Sewa Beli sepeda Motor
Hak Reklame memangn tidak secara resmi tertulis sebagai Hak
Reklame dalam Surat Perjanjian Sewa Beli, sehingga wajarlah kalau calon pembeli
atau pembeli sepeda motor tidak atau kurang mengetahui akan hal lain. Dalam
Pasal 15 Surat Perjanjian Sewa Beli untuk sepeda motor merek Honda disebut
dengan Penarikan Barang. Penarikan Barang inilah yang sebenarnya dimaksudkan
dengan Hak Reklame sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad
dan Subekti yaitu hak untuk menuntut kembali. Menarik kembali.Dalam Pasal 15
SPSB ditentukan alas an untuk penarikan barang sebagai berikut :
“ Bahwa Pihak Kedua dinyakan wan- prestasi atau lalai atau
gagal memnuhi satu atau lebih kewajiban sebagaimana ditentukan dalam perjanjian
ini yakni sebagai berikut :
1)
Tidak melakukan
pembayaran anggaran pada awal angsuran (angsuran pertama) dan atau tidak
melakukan pembayaran angsuran sesuai dengan perincian 2 (dua) kali
berturut-turut dan atau 4 (empat) kali tidak berturut-turut dan atau
2)
Melakukan menurut perjanjian ini
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 10 tersebut diatas. Dan atau Perbuatan yang
seharusnya tidak boleh dilakukan
3)
Pindah alamat atau domisili tanpa
pemberitahuan Pihak Kesatu. Dan atau
4)
Pihak Kesatu menilai bahwa keadaan
pihak kedua sedemikian rupa sehingga menarik pertimbangan Pihak Kesatu angsuran
oleh Pihak Kedua tidak akan berjalan lancar. Maka Pihak Kedua atau
Kuasanya berhak untuk mengamankan atau menarik barang tersebut diatas, berikut
STNK dan perlengkapannya”.
Apabila persyaratan tersebut terpenuhi Pihak Kedua (dealer)
akan menarik sepeda motor dari Pihak Kesatu (penyewa atau pembeli). Dalam
pelaksanaanya apabila pembeli dinyatakan wanprestasi pihak dealer tidak begitu
saja untuk menarik sepeda motor yang dijadikan obyek sewa beli. Khusus yang
berkaitan dengan pembayaran angsuran apabila pembeli dinyatakan
wanprestasi sesuai dengan Pasal 13 huruf a dan d SPSB, dealer memberitahukan
terlebih dahulu, melakukan pendekatan dan diberi kesempatan terlebih dahulu
dalam jangka waktu tertentu untuk melunasi angurannya, kalau jangka waktu
yang dibeirkan tidak dilunasi barulah sepeda motor beserta STNK dan
perlengkapannya ditarik oleh dealer atau kuasnaya. Walaupun sepeda motor
sudah berada ditangan dealer, dealer masih menawarkan dalam jangka waktu
tertentu kepada pembeli untuk melunasinya. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa Hak Reklame dalam SPSB sebagai hak untuk menarik kembali harganya (sepda
motor) yang dibayar secara angsuran yang sudah berda ditangan pembeli dan
pembeli tidak membayar angsurannya sesuai waktu yang ditentukan dalam SPSB.
Dari aspek perlindungan konsumen, dengan menandatangani
SPSB, konsumen tahu kalau tidak melakukan kewajiban sebagaimana ketentuan Pasal
15 huruf a dan d SPSB sepeda motor akan ditarik. Dalam hal ini tentunya
konsumen tidak merasa dirugikan. Sepeda motor yang ditarik oleh dealer
kemudian dijual dan hasilnya dipakai untuk membayar angsuran yang
belum lunas sampai dengan angsuran terakhir dan kalau masih ada sisanya akan
dikembalikan kepada pembeli. Pembeli tidak dirugikan secara materi karena sejak
sepeda motor diserahkan oleh dealer sampai ditarik kembali, pembeli sudah
menikmati atau memakai sepeda motor sesuai dengan peruntukannya.
Tidak membayar angsuran sesuai dengan waktu yang
ditentukan lazimnya terjadi. Pada Kredit Umum. Pembeli sepeda motor
dengan system sewa beli yang termasuk Kredit Umum kadang-kadang penghasilan
perbulannya tidak menentu. Tiap bulan penghasilannya kadnag-kadang
banyak. Kadang-kadang pula tidak berpenghasilan selama sebulan, bahkan
beberapa bulan mungkin berpenghasilan minim sekali. Lain halnya dnegan Kredit
Profesi, karena pembeliannya lazimnya berpenghasilan tetap sebagai PNS, anggota
TNI/POLRI, karyawan BUMN/BUMD atau perusahaan besar dan angsuran dibayar tiap
bulan dengan potong gaji lewat bendaharawan/juru bayar masing-masing instasni
maka jarang seklai yang tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran
kecuali kalau oleh bendaharawan/juru bayar tidak dibayarkan/disetorkan kepada
dealer.
3. KESIMPULAN
Sebagai
penutup dari tulisan ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Penjual atau dealer mempunyai hak
untuk menarik kembali sepeda motor karena pembeli tidak menepati janjinya
(wanprestasi atau breach of contract) berupa membayar angsuran.
Barangnya barang bergerak dan dibayar secara angsuran.
2. Dasar hukum hak menarik kembali (hak
reklame atau reclaim right) dari tangan pembeli karena pembeli
tidak menepati janjinya (prestasi atau breach of contract)
membayar angsuran berdasarkan perjanjian (bukan KUH Perdata, KUHD ataupun UU
lainya) yang dituangkan dalam perjanjian sewa beli atau SPSB
3. Dari aspek perlindungan konsumen
sebenarnya konsumen (pembeli) tidak merasa dirugikan karena sejak awal
sudah mengetahui dan menyetujui kalau tidak membayar angsuran, sepeda motornya
akand iraik oleh dealer. Hal ini dibuktikan pembeli dengan menandatangani Surat
Perjanjian Sewa Beli atau SPSB.
DAFTAR
PUSTAKA
Badrulzaman,
Mariam Darus. 1994. Aneka Hukum Bisnis. Bandung : Alumni.
Dahlan dan Sanusi Bintang. 2000. Pokok-Pokok
Hukum Ekonomi dan Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Meliala, A. dan Qirom Syamsudin.
1985. Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembanganya. Yogyakarta :
Liberty.
Muhammad,
Abdulkadir. 1982. Hukum Perikanan. Bandung : Alumni.
……………
1999. Hukum Perusahaan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Sembiring,
Sentosa. 2001. Hukum Dagan. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Subekti,
R. 1987. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.
…………..
1995. Aneka Perjnajian. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Kitan Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. *
posted by Jurnal Online Uniflor @ 20.09,
0 Comments:
Posting Komentar