Site Network: Lembaga Publikasi Uniflor |

 



Majalah Ilmiah INDIKATOR, Volume XIII, Nomor 2, September 2011


PENTINGNYA PENGETAHUAN DAN STRATEGI
DALAM PENERJEMAHAN

Gratiana Sama
Program Pascasarjana Linguistics (Translation)
Universitas Udayana, Denpasar

Abstract
This article explains that translation is not an easy way. People who become a good translator must know the requirements and procedures of translation including the knowledge and the mastery of both languages (source and target language).  We can find it difficult if we do not have knowledge of both languages. The translator learns how to communicate the meaning of source language text by means of an equivalent target language. Translation means study of the lexicon, grammatical structure, communication situation, and cultural context of both languages.  Knowledge and strategy of translation are most important in doing translation.
Key Words: 
Knowledge, Strategy, Translation

PENDAHULUAN
Manusia sebagai makluk sosial memerlukan sesamanya untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berkomunikasi mereka menggunakan bahasa baik dalam bentuk tulisan maupun lisan. Menurut pendapat Wilkins (1974:1), “Language is a means of communication. (Bahasa merupakan alat komunikasi). Bahasa memiliki peranan penting dalam penyampaian informasi atau pesan ke seluruh dunia. Setiap negara  memilikibahasa dan budaya yang berbeda-beda.
Larson berpendapat: “Language is also a part of the culture, because it expresses the culture and individuality of its speaker who produce it and adequate to the needs of the people who use it.” (Larson: 1998:3).  Perbedaan bahasa dan budaya mempengaruhi kesulitan menterjemahkan bahasa sumber ke bahasa sasaran atau penerima. Salah satu contoh budaya bahasa Inggris berbeda dengan budaya bahasa Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan seorang penerjemah untuk mengatasi masalah tersebut. Seorang penerjemah memiliki fungsi dan peranan penting dalam menyampaikan informasi atau pesan  sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat yang berbahasa lain seperti bahasa Inggris diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Pada umumnya, penerjemahan merupakan kegiatan mengubah arti sebuah teks dari satu bahasa kedalam bahasa lain dengan maksud atau pesan yang sama. Penerjemahan adalah proses      memproduksi kembali makna berdasarkan teori kedalam bentuk yang berbeda. Penerjemahan mempelajari leksicon, structure gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks budaya dari bahasa sumber kemudian menganalisa dan menentukan persamaan arti menggunakan lexicon dan structure gramatikal yang tepat pada bahasa sasaran dan konteks budayanya.
Banyak orang berpendapat bahwa penerjemahan adalah pekerjaan yang mudah. Kita hanya membuka kamus dan mencari arti kata yang dimaksud tanpa memperhatikan konteks kata atau kalimat tersebut. Sebaliknya, Soemarno (2003) mengatakan bahwa mereka yang menganggap penerjemahan itu mudah adalah mereka yang kekurangan pengetahuan tentang penerjemahan. Beliau kemudian menjelaskan bahwa penerjemahan mempelajari antar cabang ilmu pengetahuan (interdisciplinary).
Hal ini dimaksudkan dalam  penerjemahan memerlukan pengetahuan tambahan seperti sociolinguistics, psycolinguistics, budaya, dan lain-lain. Seorang penerjemah yang baik memerlukan penguasaan kedua bahasa sumber dan latar belakang social budayanya, bidang kajian dan fleksibilitas bahasa.
Banyak Pelajar yang sudah mempelajari bahasa Inggris di perguruan Tinggi selama 4 (empat) tahun misalnya masih mengalami kesulitan dalam menterjemahkan teks bahasa Indonesia kedalam teks bahasa Inggris yang sepadan.  
Berdasarkan paparan pada latar belakang diatas, dapatlah dirumuskan bahwa tanpa pengetahuan tentang penerjemahan yang baik, seorang penerjemah akan menemukan kesulitan dan  hasil terjemahan tidak memuaskan bagi mereka yang memahami bahasa yang diterjemahkan.  

KERANGKA PEMIKIRAN TEORETIS
Penerjemahan pada umumnya merupakan pengalihan gagasan atau pikiran dari satu bahasa (bahasa sumber) kedalam bahasa lain (bahasa sasaran) secara lisan maupun tulisan. Savory (1968) dalam bukunya The Art of Translation mengemukakan bahwa penerjemahan menjadi mungkin dengan adanya gagasan yang sepadan dibalik ungkapan verbal yang berbeda (Translation is made possible by an equivalent of thought that lies behind its different verbal expressions). Seorang penerjemah harus memperhatikan padanan kata atau kalimat yang diterjemahkan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Catford  (1969:21) lebih jauh menyatakan bahwa masalah utama dalam penerjemahan adalah bagaimana menemukan padanan terjemahan didalam bahasa sasaran. Sementara itu, tugas utama penerjemahan adalah member batasan akan hakikat dan syarat-syarat padanan terjemahan. Sementara Wills (1982:3) berpendapat bahwa penerjemahan adalah suatu proses transfer yang bertujuan untuk menginformasikan teks tertulis dalam bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran yang optimal padan, dan memerlukan pemahaman sintatik, semantis, dan pragmatik, serta proses analisis terhadap bahasa sumber. (Translation is a transfer process, which aims at the transformation of a written SL text into an optimal equivalent TL text, and which requires the syntactic, the semantic and the pragmatic understanding and analytic processing of the SL.  Dari pernyataan diatas mengemukakan bahwa teks terjemahan harus mempunyai padanan sintatik, semantic, pragmatic dan analitik.

PROSES PENERJEMAHAN  
Proses penerjemahan merupakan model yang dimaksud untuk menerangkan proses pikir (internal) yang dilakukan seseorang saat melakukan penerjemahan. Dalam kerangka berpikir, dahulu orang berpendapat bahwa penerjemahan terjadi secara langsung dan terjadi satu arah.  (lihat Suryawinata, 1989:3).


 


                                   Gambar  1. Proses penerjemahan linier
Gambar diatas menjelaskan bahwa penerjemahan langsung menuliskan kembali teks Bahasa Sumber (Bsu) dalam Bahasa Sasaran (BSa). Namun bagaimana halnya jika  kita menemukan teks Bsu yang kompleks.  Penerjemah harus mempertimbangkan beberapa tahap sebagai berikut:
1.                  Analisis dan pemahaman
Dalam tahap ini, kalimat yang ada dianalisis menurut hubungan gramatikal, mengenai makna kata atau kombinasi kata, makna tekstual, dan makna kontekstual.
2.                  Transfer
Teks yang sudah dianalisis dan dipahami  penerjemah dalam pikirannya kemudian dipindahkan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.
3.                  Restrukturisasi
Setelah memindahkan pesan, penerrjemah berusaha mencari padanan kata, ungkapan, an struktur kalimat yang tepat dalam Bsa. Sehingga pesan, isi dan makna teks bsu bias disampaikan sepenuhnya dalam Bsa.
4.                  Evaluasi dan revisi
Hasil teks yang diterjemahkan, dievaluasi atau dicocokkan kembali dengan teks aslinya, kemudian direvisi sehingga menghasilkan terjemahan yang baik.
Keempat proses penerjemahan diatas dapat digambarkan sebagai berikut:

Oval: Teks asli BsuOval: Teks terjemahan Bsa                                                Evaluasi dan revisi













 
                                             Proses Ekternal
      Analisis/Pemahaman                                                                              Restrukturisasi
                                                                 Proses Internal                           






Oval: Konsep, makna, pesan dlm Bsa

Oval: Konsep, makna, pesan dari teks Bsu

 
                                                                      transfer
padanan

Gambar 2: proses penerjemahan yang disempurnakan oleh Nida dan Taber.


RAGAM PENERJEMAHAN
Menurut  pendapat Peter Newmark (1981,1988) mengklasifikasikan penerjemahan terbagi atas dua bagian yaitu:
1.                  Penerjemahan Komunikatif
Penerjemahan Komunikatif pada dasarnya sangat subyektif dimana bahasa sumber diterjemahkan agar dapat dibaca, fleksibel dan sederhana.
Sehingga hilangnya makna bagian tertentu dari bahasa sumber, tetapi tetap memperhatikan pesan yang disampaikan. Penerjemahan komunikatif biasanya lebih mudah dibaca, lebih luwes, lebih mulus, lebih sederhana, lebih jelas, dan lebih panjang dari bahasa sumber. Teks yang diterjemahkan menggunakan kata-kata yang lebih umum daripada kata-kata teks asli dan kurang mendalam, namun penerjemahan komunikatif ini kemungkinan lebih bagus karena adanya penekanan bagian teks tertentu atau usaha memperjelas bagian teks tertentu.
Contoh:   Keep off the Grass   (= Dilarang menginjak rumput itu )
2.                  Penerjemahan Semantis
Terjemahan semantis lebih mempertahankan struktur semantis dan sintaksis serta makna kontekstual  dari  bahasa sumber. Pada penerjemahan semantis biasanya lebih kaku, lebih terperinci, kompleks tetapi lebih pendek dari bahasa sumber. Kesan yang dibawa dalam penerjemahan semantis lebih mendalam, kurang baik dari teks asli serta luas dan universal.
Contoh:  Keep off the Grass   ( = Jauhi rumput itu)

PENGETAHUAN DAN STRATEGI PENERJEMAHAN
A.                Syarat-syarat penerjemah
Seorang penerjemah harus memiliki beberapa kriteria atau kompetensi dibidangnya. Dalam hal ini berbagai pengetahuan komprehensif dari kedua bahasa
sumber dan bahasa sasaran yakni kebudayaan, tradisi dan latar belakang sosial. Penerjemah harus menguasai kebudayaan social masyarakat kedua bahasa sumber dan bahasa sasaran dengan baik sehingga menghasilkan terjemahan yang bisa diterima atau kepuasan tertentu. Dibawah ini Suryawinata(2003:27) mengemukakan  syarat-syarat penerjemah yang baik; sebagai berikut:
1.                  Penerjemah harus menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran.
2.                  Penerjemah mengenal budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran.
3.                  Menguasai topic atau masalah teks yang diterjemahkan.
4.                  Memahami bahasa tulis/tingkat reseptif
5.                  Mampu mengungkapkan gagasan secara tertulis/tingkat produktif
6.                  Mampu menggunakan kamus dan referensi lainnya.
Seorang penerjemah juga dapat menggunakan beberapa sumber atau referensi yakni kamus monolingual dan bilingual, ensiklopedia dan internet dalam menunjang profesinya. Dengan kata lain, penerjemah harus mempunyai beberapa criteria tersebut diatas.
B.                 Strategi Penerjemahan
Strategi atau Prosedur penerjemahan  berkaitan dengan structure kalimat dan makna kata atau kalimat yang sedang diterjemahkan.
1.                  Strategi Struktural
Ada tiga strategi dasar yang berkaitan dengan masalah struktur, yaitu penambahan,pengurangan, dan transposisi.
·                     Penambahan (Addition)
Penambahan kata-kata dalam bahasa sasaran karena struktur bahasa sasaran menghendaki demikian. Penambahan jenis ini merupakan suatu keharusan.
Contoh: Bsu: Saya siswa
              Bsa: I am a student
Pada contoh diatas, kata “am” dan “a” harus ditambahkan sehingga bisa diterima dalam bahasa sasaran.
·                     Pengurangan (Subtraction)
Pengurangan berarti mengurangi elemen srtuktural di dalam bahasa sasaran. Pada pengurangan merupakan suatu keharusan.
Contoh:           Bsu: You should go home
                        Bsa: Kamu mesti pulang
                        Bsu: Her husband is an engineer
                        Bsa: Suaminya insinyur

Pada contoh diatas elemen structural yaitu kata”go” dan “is,an” dikurangkan dari bahasa sasaran.
·         Transposisi (Transposisiton)
Strategi penerjemahan ini digunakan untuk menterjemahkan klausa atau kalimat. Transposisi atau pengubahan ini dilakukan bila terdapat perbedaan antara struktur bahasa sumber dan bahasa sasaran.
Contoh ;    Bsu: We have big house
 Bsa: Kami punya rumah besar
Didalam  contoh diatas, letak kata sifat dalam frasa nomina “big house” letaknya berubah. Didalam bahasa Inggris kata sifat berfungsi sebagai unsur “menerangkan” harus berada didepan kata yang diterangkan. Sebaliknya bahasa Indonesia (diterangkan-menerangkan), jadi letak kata sifat tersebut diubah. “Big House” menjadi  “Rumah Besar”. Transposisi juga dapat terjadi karena pertimbangan gaya bahasa atau stilistika. Hal ini mencakup satu kalimat dalam bahasa sumber menjadi dua atau lebih kalimat dalam bahasa sasaran atau sebaliknya (Newmark 1988:87).
2.                  Strategi Semantis
Strategi ini lebih mengutamakan pada makna kata atau kalimat dalam bahasa sasaran. Strategi semantis dibagi atas:
·                     Pungutan (Borrowing)
Pada pungutan bahasa sumber dibawah kedalam bahasa sasaran, dikarenakan kata dalam bahasa sasaran belum ada padanannya. Contoh Kata “oxygen” dalam bahasa Inggris tetap dipungut menjadi “oksigen” dalam bahasa Indonesia.
·                     Padanan Budaya (Cultural Equivalent)
Dalam menterjemahkan kata pada strategi ini menggunakan kata khas budaya bahasa sasaran untuk menggantikan kata khas budaya bahasa sumber. Hal ini disebabkan budaya setiap bangsa berbeda-beda, sehingga maksud kata atau bahasa budayanya berbeda-beda. Sebagai contoh: bahasa Inggris: His hair is as white as snow. Dalam bahasa Indonesia berbeda menterjemahkan kata “snow” menjadi “rambutnya seputih kapas”. Jadi kata snow diterjemahkan dengan kapas karena budaya Indonesia membandingkan yang putih rambutnya dengan kapas, tidak ada salju di Indonesia.
·                     Padanan Deskriptif dan Analisis Komponensial
Padanan ini mendeskripsikan makna atau fungsi dari kata bahasa sumber (Newmark, 1988:83-84). Strategi padanan deskriptif berkaitan dengan budaya khas bahasa sumber yang sederajat dengan budaya khas bahasa sasaran. Contoh: bahasa Inggris; We will have a meeting in community hall. Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang berbudaya Bali: Kami akan mengadakan pertemuan di Banjar. Strategi lainnya adalah analisis komponensial yakni dengan merinci komponen-komponen makna kata bahasa sumber, karena tidak padanan kata pada bahasa sasaran. Sehingga penerjemah merinci komponen bahasa agar mudah dimengerti arti yang sebenarnya dalam bahasa sasaran.
·                     Sinonim
Secara umum, penerjemah dapat menggunakan kata bahasa sasaran yang hampir sama dengan bahasa sumber.
·                     Terjemahan Resmi
Terjemahan bahasa sumber ke dalam bahasa Indonesia harus sesuai dengan “Pedoman Pengindonesian Pembinaan Bahasa , Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai contoh “data base” diterjemahkan menjadi “data pokok”.
·                     Penyusutan dan Perluasan
Penyusutan komponen bahasa Sumber. Sebagai contoh: kata automobile menjadi mobil. Pada kata ini “auto” dihilangkan atau mengalami penyusutan. Sebaliknya perluasan merupakan kata bahasa sasaran yang diperluas. Contoh kata “whale” menjadi “ikan Paus”. Pada contoh ini ditambah kata “ikan” sehingga kalau diterjemahkan hayna “paus” akan menjadi kurang baik. Karena kata ”Paus” dalam bahasa Indonesia adalah pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia “the Pope”.
·                     Penambahan
Strategi penambahan umumnya digunakan dalam menerjemahkan kata-kata yang berkaitan dengan budaya, teknis, ilmu-ilmu lainnya.
·                     Penghapusan (Omission/Deletion)
Penghapusan atau omission merupakan penghapusan kata atau bagian teks bahasa sumber di dalam bahasa sasaran, karena kata atau bagian dari bahasa sumber tidak begitu penting dalam bahasa sasaran serta sulit diterjemahkan.

Bsu: Dia tinggal dengan kakek Buyutnya. 
Bsa: She lives with her grandfather.    
·                     Modulasi
Modulasi merupakan strategi menterjemahkan frasa, klausa atau kalimat. Strategi ini dipakai untuk menterjemahkan kata atau klausa yang secara literal mengandung makna yang tidak wajar
Bsu: He broke his arm
Bsa: Tangannya patah
Dalam strategi modulasi, seorang penerjemah memperhatikan arti kata dari objeknya yaitu “tangan”.
Strategi structural dan semantis biasanya bersama-sama digunakan seorang penerjemah dalam proses penerjemahannya. Kedua strategi ini sulit dibedakan karena merupakan gabungan dari beberapa jenis sehingga penerjemah tidak bisa merincikan strategi yang tempuhnya.

KESIMPULAN
Dalam menyebarkan atau menukar informasi ke seluruh dunia diperlukan bahasa. Dengan memiliki keragaman bahasa dan budaya, tentunya kita memerlukan seorang penerjemah. Menjadi seorang penerjemah tidaklah mudah. Dari penjelasan diatas, seorang penerjemah tidak hanya menterjemahkan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran hanya dengan membuka kamus, mencari arti kata atau phrasa tetapi harus mempunyai pengetahuan komprehensif tentang penguasaan bahasa sumber dan bahasa sasaran misalnya ungkapan idiom dan sociolinguistics. Kemudian penerjemah mengenal  budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran, menguasai topic atau masalah teks yang diterjemahkan,  memahami bahasa tulis (tingkat reseptif), serta mengungkapkan gagasan secara tertulis (tingkat produktif). Selain beberapa hal tersebut diatas yang harus dimiliki, penerjemah juga harus mempelajari atau mengetahui strategi atau prosedur dalam penerjemahan. Kedua strategi itu adalah strategi structural dan semantic. Dengan memiliki berbagai pengetahuan kebahasaan dan aspek budaya,serta prosedur penerjemahannya, seorang penerjemah mampu menterjemahkan teks dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan mudah, serta menghasilkan karya terjemahan yang baik pula. Dengan demikian, pembaca akan tertarik dengan bacaan atau buku  ketika ia membaca hasil terjemahan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran yang bisa dimengerti sesuai dengan konteks bahasa sasaran dan budaya si pembaca.

REFERENCES
Catford, J.C.1969. Linguistic Theory of Translation. Oxford: Oxford University Press
Larson, L.Mildred.1984. Meaning Based Translation: A Guide to Cross Language Equivalent. Lanham: University Press of America
Newmark, Peter. 1988. Text of Translation.Oxford:Pegamon Press
Nida, Eugene A. dan Charles R. Taber. 1982. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill
Savory,Theodore. 1969. The Art of Translation. London: Jonathan Cape Ltd.
Sil International. 2004. Retrieved from http/www.sil.org/Translation/Tr/Theory.htm
                  Accessed on August 20th, 2010
Soemarno, Thomas. 2003. Menterjeahkan itu sulit dan rumit. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Suryawinata, Zuchridin. 1989. Terjemahan: Pengantar Teori dan Praktek. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, PPLPTK.
Wills, Wolfram. 1982. The Science of Translation. Stuttgart: Gunter Narr Verlag Tubingen.

posted by Jurnal Online Uniflor @ 11.53,

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home