Majalah Ilmiah INDIKATOR, Volume XIII, Nomor 2, September 2011
Kamis, 26 April 2012
PENTINGNYA PENGETAHUAN DAN STRATEGI
DALAM PENERJEMAHAN
Gratiana
Sama
Program
Pascasarjana Linguistics (Translation)
Universitas
Udayana, Denpasar
Abstract
This article explains that translation
is not an easy way. People who become a good translator must know the
requirements and procedures of translation including the knowledge and the
mastery of both languages (source and target language). We can find it difficult if we do not have
knowledge of both languages. The translator learns how to communicate the
meaning of source language text by means of an equivalent target language.
Translation means study of the lexicon, grammatical structure, communication
situation, and cultural context of both languages. Knowledge and strategy of translation are
most important in doing translation.
Key Words:
Knowledge, Strategy, Translation
PENDAHULUAN
Manusia
sebagai makluk sosial memerlukan sesamanya untuk berkomunikasi dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam berkomunikasi mereka menggunakan bahasa baik dalam bentuk
tulisan maupun lisan. Menurut pendapat Wilkins (1974:1), “Language is a means
of communication. (Bahasa merupakan alat komunikasi). Bahasa memiliki peranan
penting dalam penyampaian informasi atau pesan ke seluruh dunia. Setiap
negara memilikibahasa dan budaya yang
berbeda-beda.
Larson
berpendapat: “Language is also a part of the culture, because it expresses the
culture and individuality of its speaker who produce it and adequate to the
needs of the people who use it.” (Larson: 1998:3). Perbedaan bahasa dan budaya mempengaruhi
kesulitan menterjemahkan bahasa sumber ke bahasa sasaran atau penerima. Salah
satu contoh budaya bahasa Inggris berbeda dengan budaya bahasa Indonesia. Oleh
karena itu dibutuhkan seorang penerjemah untuk mengatasi masalah tersebut.
Seorang penerjemah memiliki fungsi dan peranan penting dalam menyampaikan
informasi atau pesan sehingga mudah
dimengerti oleh masyarakat yang berbahasa lain seperti bahasa Inggris diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Pada
umumnya, penerjemahan merupakan kegiatan mengubah arti sebuah teks dari satu
bahasa kedalam bahasa lain dengan maksud atau pesan yang sama. Penerjemahan
adalah proses memproduksi kembali
makna berdasarkan teori kedalam bentuk yang berbeda. Penerjemahan mempelajari
leksicon, structure gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks budaya dari
bahasa sumber kemudian menganalisa dan menentukan persamaan arti menggunakan
lexicon dan structure gramatikal yang tepat pada bahasa sasaran dan konteks
budayanya.
Banyak
orang berpendapat bahwa penerjemahan adalah pekerjaan yang mudah. Kita hanya
membuka kamus dan mencari arti kata yang dimaksud tanpa memperhatikan konteks
kata atau kalimat tersebut. Sebaliknya, Soemarno (2003) mengatakan bahwa mereka
yang menganggap penerjemahan itu mudah adalah mereka yang kekurangan
pengetahuan tentang penerjemahan. Beliau kemudian menjelaskan bahwa
penerjemahan mempelajari antar cabang ilmu pengetahuan (interdisciplinary).
Hal
ini dimaksudkan dalam penerjemahan
memerlukan pengetahuan tambahan seperti sociolinguistics, psycolinguistics,
budaya, dan lain-lain. Seorang penerjemah yang baik memerlukan penguasaan kedua
bahasa sumber dan latar belakang social budayanya, bidang kajian dan
fleksibilitas bahasa.
Banyak
Pelajar yang sudah mempelajari bahasa Inggris di perguruan Tinggi selama 4
(empat) tahun misalnya masih mengalami kesulitan dalam menterjemahkan teks
bahasa Indonesia kedalam teks bahasa Inggris yang sepadan.
Berdasarkan
paparan pada latar belakang diatas, dapatlah dirumuskan bahwa tanpa pengetahuan
tentang penerjemahan yang baik, seorang penerjemah akan menemukan kesulitan
dan hasil terjemahan tidak memuaskan
bagi mereka yang memahami bahasa yang diterjemahkan.
KERANGKA
PEMIKIRAN TEORETIS
Penerjemahan
pada umumnya merupakan pengalihan gagasan atau pikiran dari satu bahasa (bahasa
sumber) kedalam bahasa lain (bahasa sasaran) secara lisan maupun tulisan.
Savory (1968) dalam bukunya The Art of Translation mengemukakan bahwa
penerjemahan menjadi mungkin dengan adanya gagasan yang sepadan dibalik
ungkapan verbal yang berbeda (Translation is made possible by an equivalent of
thought that lies behind its different verbal expressions). Seorang penerjemah
harus memperhatikan padanan kata atau kalimat yang diterjemahkan dari bahasa
sumber ke bahasa sasaran. Catford
(1969:21) lebih jauh menyatakan bahwa masalah utama dalam penerjemahan
adalah bagaimana menemukan padanan terjemahan didalam bahasa sasaran. Sementara
itu, tugas utama penerjemahan adalah member batasan akan hakikat dan
syarat-syarat padanan terjemahan. Sementara Wills (1982:3) berpendapat bahwa
penerjemahan adalah suatu proses transfer yang bertujuan untuk menginformasikan
teks tertulis dalam bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran yang optimal
padan, dan memerlukan pemahaman sintatik, semantis, dan pragmatik, serta proses
analisis terhadap bahasa sumber. (Translation is a transfer process, which aims
at the transformation of a written SL text into an optimal equivalent TL text,
and which requires the syntactic, the semantic and the pragmatic understanding
and analytic processing of the SL. Dari
pernyataan diatas mengemukakan bahwa teks terjemahan harus mempunyai padanan
sintatik, semantic, pragmatic dan analitik.
PROSES
PENERJEMAHAN
Proses
penerjemahan merupakan model yang dimaksud untuk menerangkan proses pikir
(internal) yang dilakukan seseorang saat melakukan penerjemahan. Dalam kerangka
berpikir, dahulu orang berpendapat bahwa penerjemahan terjadi secara langsung
dan terjadi satu arah. (lihat Suryawinata,
1989:3).
Gambar 1. Proses penerjemahan linier
Gambar
diatas menjelaskan bahwa penerjemahan langsung menuliskan kembali teks Bahasa
Sumber (Bsu) dalam Bahasa Sasaran (BSa). Namun bagaimana halnya jika kita menemukan teks Bsu yang kompleks. Penerjemah harus mempertimbangkan beberapa
tahap sebagai berikut:
1.
Analisis
dan pemahaman
Dalam
tahap ini, kalimat yang ada dianalisis menurut hubungan gramatikal, mengenai
makna kata atau kombinasi kata, makna tekstual, dan makna kontekstual.
2.
Transfer
Teks yang
sudah dianalisis dan dipahami penerjemah
dalam pikirannya kemudian dipindahkan dari bahasa sumber ke dalam bahasa
sasaran.
3.
Restrukturisasi
Setelah
memindahkan pesan, penerrjemah berusaha mencari padanan kata, ungkapan, an
struktur kalimat yang tepat dalam Bsa. Sehingga pesan, isi dan makna teks bsu
bias disampaikan sepenuhnya dalam Bsa.
4.
Evaluasi
dan revisi
Hasil
teks yang diterjemahkan, dievaluasi atau dicocokkan kembali dengan teks aslinya,
kemudian direvisi sehingga menghasilkan terjemahan yang baik.
Keempat
proses penerjemahan diatas dapat digambarkan sebagai berikut:
Evaluasi
dan revisi
Proses Ekternal
Analisis/Pemahaman Restrukturisasi
Proses Internal
transfer
padanan
Gambar
2: proses penerjemahan yang disempurnakan oleh Nida dan Taber.
RAGAM
PENERJEMAHAN
Menurut pendapat Peter Newmark (1981,1988)
mengklasifikasikan penerjemahan terbagi atas dua bagian yaitu:
1.
Penerjemahan
Komunikatif
Penerjemahan
Komunikatif pada dasarnya sangat subyektif dimana bahasa sumber diterjemahkan
agar dapat dibaca, fleksibel dan sederhana.
Sehingga
hilangnya makna bagian tertentu dari bahasa sumber, tetapi tetap memperhatikan
pesan yang disampaikan. Penerjemahan komunikatif biasanya lebih mudah dibaca,
lebih luwes, lebih mulus, lebih sederhana, lebih jelas, dan lebih panjang dari
bahasa sumber. Teks yang diterjemahkan menggunakan kata-kata yang lebih umum
daripada kata-kata teks asli dan kurang mendalam, namun penerjemahan
komunikatif ini kemungkinan lebih bagus karena adanya penekanan bagian teks
tertentu atau usaha memperjelas bagian teks tertentu.
Contoh: Keep off the Grass (=
Dilarang menginjak rumput itu )
2.
Penerjemahan
Semantis
Terjemahan
semantis lebih mempertahankan struktur semantis dan sintaksis serta makna
kontekstual dari bahasa sumber. Pada penerjemahan semantis
biasanya lebih kaku, lebih terperinci, kompleks tetapi lebih pendek dari bahasa
sumber. Kesan yang dibawa dalam penerjemahan semantis lebih mendalam, kurang
baik dari teks asli serta luas dan universal.
Contoh: Keep off the Grass ( = Jauhi rumput itu)
PENGETAHUAN
DAN STRATEGI PENERJEMAHAN
A.
Syarat-syarat
penerjemah
Seorang
penerjemah harus memiliki beberapa kriteria atau kompetensi dibidangnya. Dalam
hal ini berbagai pengetahuan komprehensif dari kedua bahasa
sumber
dan bahasa sasaran yakni kebudayaan, tradisi dan latar belakang sosial.
Penerjemah harus menguasai kebudayaan social masyarakat kedua bahasa sumber dan
bahasa sasaran dengan baik sehingga menghasilkan terjemahan yang bisa diterima
atau kepuasan tertentu. Dibawah ini Suryawinata(2003:27) mengemukakan syarat-syarat penerjemah yang baik; sebagai
berikut:
1.
Penerjemah
harus menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran.
2.
Penerjemah
mengenal budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran.
3.
Menguasai
topic atau masalah teks yang diterjemahkan.
4.
Memahami
bahasa tulis/tingkat reseptif
5.
Mampu
mengungkapkan gagasan secara tertulis/tingkat produktif
6.
Mampu
menggunakan kamus dan referensi lainnya.
Seorang
penerjemah juga dapat menggunakan beberapa sumber atau referensi yakni kamus
monolingual dan bilingual, ensiklopedia dan internet dalam menunjang
profesinya. Dengan kata lain, penerjemah harus mempunyai beberapa criteria
tersebut diatas.
B.
Strategi
Penerjemahan
Strategi
atau Prosedur penerjemahan berkaitan
dengan structure kalimat dan makna kata atau kalimat yang sedang diterjemahkan.
1.
Strategi
Struktural
Ada tiga
strategi dasar yang berkaitan dengan masalah struktur, yaitu
penambahan,pengurangan, dan transposisi.
·
Penambahan
(Addition)
Penambahan
kata-kata dalam bahasa sasaran karena struktur bahasa sasaran menghendaki
demikian. Penambahan jenis ini merupakan suatu keharusan.
Contoh:
Bsu: Saya siswa
Bsa: I am a student
Pada
contoh diatas, kata “am” dan “a” harus ditambahkan sehingga bisa diterima dalam
bahasa sasaran.
·
Pengurangan
(Subtraction)
Pengurangan
berarti mengurangi elemen srtuktural di dalam bahasa sasaran. Pada pengurangan
merupakan suatu keharusan.
Contoh: Bsu: You should go home
Bsa:
Kamu mesti pulang
Bsu: Her husband is an
engineer
Bsa: Suaminya insinyur
Pada
contoh diatas elemen structural yaitu kata”go” dan “is,an” dikurangkan dari
bahasa sasaran.
·
Transposisi
(Transposisiton)
Strategi
penerjemahan ini digunakan untuk menterjemahkan klausa atau kalimat.
Transposisi atau pengubahan ini dilakukan bila terdapat perbedaan antara
struktur bahasa sumber dan bahasa sasaran.
Contoh
; Bsu: We have big house
Bsa: Kami punya rumah besar
Didalam contoh diatas, letak kata sifat dalam frasa
nomina “big house” letaknya berubah. Didalam bahasa Inggris kata sifat
berfungsi sebagai unsur “menerangkan” harus berada didepan kata yang
diterangkan. Sebaliknya bahasa Indonesia (diterangkan-menerangkan), jadi letak
kata sifat tersebut diubah. “Big House” menjadi
“Rumah Besar”. Transposisi juga dapat terjadi karena pertimbangan gaya
bahasa atau stilistika. Hal ini mencakup satu kalimat dalam bahasa sumber menjadi
dua atau lebih kalimat dalam bahasa sasaran atau sebaliknya (Newmark 1988:87).
2.
Strategi
Semantis
Strategi
ini lebih mengutamakan pada makna kata atau kalimat dalam bahasa sasaran.
Strategi semantis dibagi atas:
·
Pungutan
(Borrowing)
Pada
pungutan bahasa sumber dibawah kedalam bahasa sasaran, dikarenakan kata dalam
bahasa sasaran belum ada padanannya. Contoh Kata “oxygen” dalam bahasa Inggris
tetap dipungut menjadi “oksigen” dalam bahasa Indonesia.
·
Padanan
Budaya (Cultural Equivalent)
Dalam
menterjemahkan kata pada strategi ini menggunakan kata khas budaya bahasa
sasaran untuk menggantikan kata khas budaya bahasa sumber. Hal ini disebabkan
budaya setiap bangsa berbeda-beda, sehingga maksud kata atau bahasa budayanya
berbeda-beda. Sebagai contoh: bahasa Inggris: His hair is as white as snow. Dalam
bahasa Indonesia berbeda menterjemahkan kata “snow” menjadi “rambutnya seputih
kapas”. Jadi kata snow diterjemahkan dengan kapas karena budaya Indonesia
membandingkan yang putih rambutnya dengan kapas, tidak ada salju di Indonesia.
·
Padanan
Deskriptif dan Analisis Komponensial
Padanan
ini mendeskripsikan makna atau fungsi dari kata bahasa sumber (Newmark,
1988:83-84). Strategi padanan deskriptif berkaitan dengan budaya khas bahasa
sumber yang sederajat dengan budaya khas bahasa sasaran. Contoh: bahasa Inggris;
We will have a meeting in community hall. Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
yang berbudaya Bali: Kami akan mengadakan pertemuan di Banjar. Strategi lainnya
adalah analisis komponensial yakni dengan merinci komponen-komponen makna kata
bahasa sumber, karena tidak padanan kata pada bahasa sasaran. Sehingga
penerjemah merinci komponen bahasa agar mudah dimengerti arti yang sebenarnya
dalam bahasa sasaran.
·
Sinonim
Secara
umum, penerjemah dapat menggunakan kata bahasa sasaran yang hampir sama dengan
bahasa sumber.
·
Terjemahan
Resmi
Terjemahan
bahasa sumber ke dalam bahasa Indonesia harus sesuai dengan “Pedoman
Pengindonesian Pembinaan Bahasa , Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia sebagai contoh “data base” diterjemahkan menjadi “data pokok”.
·
Penyusutan
dan Perluasan
Penyusutan
komponen bahasa Sumber. Sebagai contoh: kata automobile menjadi mobil. Pada
kata ini “auto” dihilangkan atau mengalami penyusutan. Sebaliknya perluasan
merupakan kata bahasa sasaran yang diperluas. Contoh kata “whale” menjadi “ikan
Paus”. Pada contoh ini ditambah kata “ikan” sehingga kalau diterjemahkan hayna
“paus” akan menjadi kurang baik. Karena kata ”Paus” dalam bahasa Indonesia
adalah pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia “the Pope”.
·
Penambahan
Strategi
penambahan umumnya digunakan dalam menerjemahkan kata-kata yang berkaitan
dengan budaya, teknis, ilmu-ilmu lainnya.
·
Penghapusan
(Omission/Deletion)
Penghapusan
atau omission merupakan penghapusan kata atau bagian teks bahasa sumber di
dalam bahasa sasaran, karena kata atau bagian dari bahasa sumber tidak begitu
penting dalam bahasa sasaran serta sulit diterjemahkan.
Bsu: Dia
tinggal dengan kakek Buyutnya.
Bsa: She lives with her
grandfather.
·
Modulasi
Modulasi
merupakan strategi menterjemahkan frasa, klausa atau kalimat. Strategi ini
dipakai untuk menterjemahkan kata atau klausa yang secara literal mengandung
makna yang tidak wajar
Bsu: He broke his arm
Bsa:
Tangannya patah
Dalam
strategi modulasi, seorang penerjemah memperhatikan arti kata dari objeknya
yaitu “tangan”.
Strategi
structural dan semantis biasanya bersama-sama digunakan seorang penerjemah
dalam proses penerjemahannya. Kedua strategi ini sulit dibedakan karena
merupakan gabungan dari beberapa jenis sehingga penerjemah tidak bisa
merincikan strategi yang tempuhnya.
KESIMPULAN
Dalam
menyebarkan atau menukar informasi ke seluruh dunia diperlukan bahasa. Dengan
memiliki keragaman bahasa dan budaya, tentunya kita memerlukan seorang
penerjemah. Menjadi seorang penerjemah tidaklah mudah. Dari penjelasan diatas,
seorang penerjemah tidak hanya menterjemahkan bahasa sumber ke dalam bahasa
sasaran hanya dengan membuka kamus, mencari arti kata atau phrasa tetapi harus
mempunyai pengetahuan komprehensif tentang penguasaan bahasa sumber dan bahasa
sasaran misalnya ungkapan idiom dan sociolinguistics. Kemudian penerjemah
mengenal budaya bahasa sumber dan bahasa
sasaran, menguasai topic atau masalah teks yang diterjemahkan, memahami bahasa tulis (tingkat reseptif),
serta mengungkapkan gagasan secara tertulis (tingkat produktif). Selain
beberapa hal tersebut diatas yang harus dimiliki, penerjemah juga harus
mempelajari atau mengetahui strategi atau prosedur dalam penerjemahan. Kedua
strategi itu adalah strategi structural dan semantic. Dengan memiliki berbagai
pengetahuan kebahasaan dan aspek budaya,serta prosedur penerjemahannya, seorang
penerjemah mampu menterjemahkan teks dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran
dengan mudah, serta menghasilkan karya terjemahan yang baik pula. Dengan
demikian, pembaca akan tertarik dengan bacaan atau buku ketika ia membaca hasil terjemahan dari
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran yang bisa dimengerti sesuai dengan
konteks bahasa sasaran dan budaya si pembaca.
REFERENCES
Catford,
J.C.1969. Linguistic Theory of Translation. Oxford: Oxford University Press
Larson,
L.Mildred.1984. Meaning Based
Translation: A Guide to Cross Language
Equivalent.
Lanham: University Press of America
Newmark,
Peter. 1988. Text of Translation.Oxford:Pegamon
Press
Nida, Eugene A. dan Charles R. Taber.
1982. The Theory and Practice of
Translation. Leiden: E.J. Brill
Savory,Theodore.
1969. The Art of Translation. London:
Jonathan Cape Ltd.
Sil
International. 2004. Retrieved from
http/www.sil.org/Translation/Tr/Theory.htm
Accessed
on August 20th, 2010
Soemarno,
Thomas. 2003. Menterjeahkan itu sulit dan rumit. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret.
Suryawinata,
Zuchridin. 1989. Terjemahan: Pengantar Teori dan
Praktek.
Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, PPLPTK.
Wills,
Wolfram. 1982. The Science of
Translation. Stuttgart: Gunter Narr Verlag Tubingen.
posted by Jurnal Online Uniflor @ 11.53,
0 Comments:
Posting Komentar