Majalah Ilmiah INDIKATOR, Volume XIII, Nomor 2, September 2011
Kamis, 26 April 2012
STANDARDISASI KELULUSAN
UJIAN AKHIR NASIONAL YANG DIPAKSAKAN
Oleh
Sofia Sa’o
Program
Studi Pendidikan Matematika, FKIP,
Universitas
Flores, Jln. Sam Ratulangi, Ende, Flores
Abstrak
UAN adalah satu
jalan yang tidak luput akan dilalui oleh
seseorang yang nenempuh jalur pendidikan, khususnya sekolah dari pendidikan
dasar, hingga sampai pada pendidikan atas (SMA dan sederajat) untuk mengakiri
studinya dijenjang sekolah yang dipelajarinya itu. Standarisasi nasional adalah
alat ukur (patokan nilai) penentuan dan
pengakuan kelulusan siswa secara nasional agar dapat diterima pada jenjang
pendidikan lanjutannya.
Kata Kunci
UAN, standarisasi kelulusan
PENDAHULUAN
Sebelum membahas tentang Ujian Akhir
Nasional (UAN) terlebih dahulu diperkenalkan pengertian penilaian hasil belajar sebagai berikut:
1.
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan
(menganalisis dan menafsirkan) data tentang proses dan hasil belajar peserta
didik, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam menentukan tingkat pencapaian hasil belajar
peserta didik
2. Penilaian
hasil belajar peserta didik yang dilaksanakan mengacu pada standar kompetensi
lulusan untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran, yang
mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
3. Penilaian
hasil belajar pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah dilaksanakan oleh pendidik,
satuan pendidikan, dan pemerintah.
4. Penilaian
hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan, bertujuan untuk
memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas
kegiatan pembelajaran.
5. Penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian
kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran.
6. Penilaian
hasil belajar peserta didik dilaksanakan secara terencana dan berkesinambungan
melalui berbagai kegiatan ulangan
dan ujian.
7. Ulangan
adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik
secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan,
melakukan perbaikan pembelajaran, dan menentukan keberhasilan belajar peserta
didik.
8. Penilaian
selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan secara periodik melalui: ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas.
9. Penilaian:
adalah proses sistematis yang meliputi pengumpulan informasi (angka,
deskripsi verbal), analisis, dan interpretasi informasi untuk membuat keputusan
10.Penilaian Kelas: Proses
pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru melalui sejumlah bukti untuk
membuat keputusan tentang pencapaian hasil belajar/kompetensi siswa
PRINSIP,
TEKNIK, MEKANISME, DAN PROSEDUR PENILAIAN
1.
Penilaian
hasil belajar didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.
Sahid,
didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang akan diukur.
b.
Obyektif,
menggunakan prosedur dan kriteria penilaian yang jelas.
c.
Adil,
tidak dipengaruhi oleh kondisi atau alasan tertentu yang dapat merugikan
peserta didik, misalnya: kondisi fisik, agama, suku, budaya, adat, status
sosial atau gender.
d.
Terpadu,
tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
e.
Terbuka,
prosedur, kriteria dan dasar pengambilan keputusan yang digunakan dalam
penilaian harus diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
f.
Menyeluruh
dan berkesinambungan, dalam arti semua
indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan
kompetensi dasar yang telah dimiliki dan
belum, serta mengetahui kesulitan peserta didik.
g.
Sistematis,
terencana, bertahap dan mengikuti langkah-langkah baku.
h.
Beracuan
kriteria, menilai apa yang bisa
dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi/ranking
seseorang terhadap kelompoknya).
i.
Akuntabel,
dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur maupun hasilnya.
2.
Penilaian
hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa: tes,
observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai
dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik ,
seperti:
a. Teknik tes
berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja
b. Teknik
observasi atau pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung dan/atau di
luar kegiatan pembelajaran.
c. Teknik
penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah
dan/atau proyek.
3.
Penilaian
hasil belajar yang diselenggarakan melalui ulangan tengah semester,
dan ulangan akhir semester,
serta ulangan kenaikan kelas
dilakukan oleh pendidik dibawah
koordinasi satuan pendidikan.
4.
Hasil
ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan ulangan
harian berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai Kriteri Ketuntasan Minimal
(KKM) harus mengikuti pembelajaran remidi.
Nasution. (2008)
Hasil penilaian oleh pendidik dan
satuan pendidikan disampaikan dalam bentuk SATU NILAI pencapaian kompetensi mata pelajaran untuk masing-masing nilai pengetahuan dan nilai praktik sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan,
serta kualifikasi/predikat nilai sikap, disertai dengan deskripsi kemajuan belajar/ketercapaian kompetensi peserta didik
sebagai pencerminan kompetensi utuh.
KRITERIA
KETUNTASAN MINIMAL (KKM)
1.
Kriteria
ketuntasan minimal (KKM) adalah
Penentuan Ketuntasan Belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM
pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan batas ambang kompetensi (Permendiknas
Nomor: 20/2007 tentang Standar Peniaian Pendidikan, butir 10).
2.
Nilai
ketuntasan belajar untuk aspek kompetensi pengetahuan dan praktik dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat,
dengan rentang 0 -100.
3.
Penetapan
KKM dilakukan oleh dewan pendidik pada awal tahun pelajaran melalui proses
penetapan KKM setiap Indikator, KD, SK
menjadi KKM mata pelajaran, dengan mempertimbangkan, hal-hal sebagai
berikut:
a. Tingkat kompleksitas (kesulitan
dan kerumitan) setiap KD yang harus dicapai oleh peserta didik.
b. Tingkat kemampuan (intake)
rata-rata siswa pada sekolah yang bersangkutan.
c. Kemampuan sumber daya pendukung
dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah.
4.
Ketuntasan
belajar setiap indikator, KD, SK dan mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam
suatu kompetensi dasar berkisar antara 0
– 100 %. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75 %.
5.
Satuan
pendidikan dapat menentukan kriteria ketuntasan minimal (KKM) dibawah nilai ketuntasan belajar ideal,
namun secara bertahap harus meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara
terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
6.
KKM
tersebut dicantumkan dalam LHB (berlaku untuk pengetahuan maupun praktik) dan
harus diinformasikan kepada seluruh warga sekolah dan orang tua peserta didik.
Ujian
Akhir Nasional (UAN) adalah suatu pengukuran secara nasional terhadap hasil
belajar para siswa dari SD, SMP hingga SMA dan sederajat, setelah menjalani
pendidikan selama kurun waktu sesuai tingkatan pendidikan yang diikuti.
Walaupun UAN hanya menyelenggarakan pengujian untuk beberapa mata pelajaran
(umumnya Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris) namun hasilnya
menentukan kelulusan seorang siswa. Jika nilai rata-rata minimal yang
ditentukan/distandarkan tidak mampu dicapai oleh seorang siswa maka dia
dinyatakan tidak lulus. Makna tidak
lulus itu adalah siswa gagal dalam tingkatan pendidikan yang diikutinya,
setidaknya dalam tahun itu. Tahun 2003 nilai rata-rata minimal adalah 3,01;
tahun 2004 adalah 4,01 dan tahun 2005 adalah 4,26, tahun 2009 adalah 5,01 dan
tahun 2010 adalah 5,25. Angka-angka yang ditunjuk itu adalah nilai dalam selang
penilaian 0 – 10. Meskipun batas minimal sangat rendah, namun dari tahun ke
tahun banyak siswa yang gagal. Menurut laporan Harian Kompas tanggal 2 Juli
2010, khusus dalam tahun 2010, untuk tingkat SMA ada propinsi dengan siswa yang
gagal mencapai 20,91%. Untuk tingkat SMK ada propinsi dengan siswa yang gagal
mencapai 47,48% dan untuk tingkat SMP ada propinsi dengan siswa yang gagal
mencapai 35,97%. Dilaporkan bahwa di Propinsi DIY, suatu propinsi yang dikenal
sebagai salah satu daerah pendidikan termaju di Indonesia, dalam hal ini
dijuluki kota pelajar di Indonesia, terdapat 6 SMA dengan hasil siswa yang
gagal mencapai 100% atau dengan kata lain
tidak seorangpun siswa yang lulus.
MAKNA
RENDAHNYA HASIL UAN
Apa
makna angka-angka ketidaklulusan itu? Bagi seorang politisi atau kritisi
pendidikan mungkin angka-angka tersebut bermakna indikator kegagalan
penyelenggaraan pendidikan di Tanah Air. Namun bagi saya makna angka-angka
tersebut adalah banyak siswa yang frustasi. Siswa-siswa tersebut menjadi korban
ketidaksamarataan proses penyelenggaraan pendidikan (persekolahan) namun hasil
proses tersebut diukur secara sama rata. Kita tidak bisa menutup mata terhadap
kenyataan bahwa di Tanah Air kita ini penyelenggaraan pendidikan tidak sama
rata. Ada pemerintah propinsi yang mampu memfasilitasi sekolah-sekolah, tapi
sebaliknya ada pemerintah propinsi yang minim dana sehingga tidak mampu
menunjang biaya penyelenggaraan persekolahan, (dengan kata lain dana pendidikan
dialokasikan untuk pembangunan di sektor lain). Ada sekolah-sekolah dengan
orangtua siswa yang mampu turut menanggung biaya persekolahan yang mahal, tapi
ada sekolah dengan orangtua siswa yang kebanyakan tidak mampu turut memikul
biaya mahal persekolahan (dikategorikan masyarakat miskin). Ada sekolah di
propinsi yang selalu aman, namun ada sekolah-sekolah dengan lingkungan
masyarakat yang rawan konflik, rawan bencana alam (seperti gempa dan tsunami,
kebakaran, banjir dan sebagainya) serta rawan bencana kelaparan. Ada sekolah
dengan fasilitas lengkap, lingkungan pendidikan yang sangat mendukung, tenaga
pengajar berkualitas hebat dan orangtua yang mampu menanggung biaya pendidikan
yang mahal. Para siswa dari sekolah jenis itu selain mengikuti proses
pendidikan di sekolah, juga mengikuti les
privat atau kursus-kursus tertentu untuk lebih memantapkan pengetahuannya
walaupun dengan biaya mahal. Sebaliknya, ada sekolah dengan fasilitas tidak
lengkap, tenaga pengajar yang minim kualitas, lingkungan yang tidak mendukung dan
orangtua yang tidak mampu menanggung biaya pendidikan. Siswa-siswa dari sekolah
terakhir ini biasanya tidak hanya pusing memikirkan pelajaran tapi juga turut
pusing memikirkan biaya sekolahnya. Tahun 2009 lalu ada siswa SD di Arubara
Kabupaten Ende yang nyaris tewas minum cairan anti serangga karena malu dan stress ketika tidak diperkenankan
mengikuti ujian dengan alasan belum membayar biaya ujian sebesar Rp. 100.000,-.
Disisi lain tidak bisa dipungkiri masayarakat akan menilai Guru adalah salah
satu unsur yang paling dominan dalam
berlangsungnya proses pembelajaran, selain siswa sebagai objek pendidikan dan
orang tua, pemerintah serta sarana-prasarana sebagai unsur pendukung.
Keberhasilan UAN, (Yusril,2007:29).
Berangkat
dari itu, maka tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan siswa, dalam
menghadapi Ujian Akhir Nasional (UAN)
merupakan tolak ukur tehadap kinerja
yang dilakukan guru selama proses pembelajaran dapat dinilai apakah guru sudah
professional atau tidak sama sekali.
MASIHKAH UAN
DITERUSKAN?
Keadaan
ini mengharukan dan mengenaskan. Kesenjangan yang begitu lebar dalam
penyelenggaraan pendidikan tentu saja
secara kasat mata, bahkan seorang awam proses evaluasi pun langsung bisa
menyimpulkan bahwa hasil belajar para siswa antara sekolah-sekolah demikian,
pasti berbeda jauh. Sekolah-sekolah dengan fasilitas lengkap, jelas mampu
menjamin kelulusan siswanya dalam UAN bahkan dengan hasil yang tinggi. Tidak
demikian dengan sekolah-sekolah yang minim fasilitas. Oleh karena itu perlu
dipertanyakan kembali – mengapa UAN tetap dipaksakan untuk diselenggarakan?
Haruskah siswa hidup dalam bayang-bayang ketakutan dan menerkah-nerkah?
HARAPAN DAN
KESUNGGUHAN
Bangsa
kita telah 66 tahun merdeka. Tentu saja wajar jika muncul banyak harapan
termasuk harapan adanya kemajuan di bidang pendidikan. Ada kebanggaan masa lalu
bahwa dulu pendidikan di negara kita ini menjadi contoh setidaknya di
lingkungan regional Asia Tenggara. Negara kita pernah men-suplai tenaga keguruan ke negara lain seperti Malaisya dan Singapura,
di wilayah tersebut. Namun kebanggan masa lalu itu, kini tinggal sejarah. Kualitas pendidikan di
negara kita sudah tertinggal jauh dibanding pendidikan di beberapa negara lain
wilayah Asia Tenggara, temasuk Negara pengguna jasa kependidikan kita. Mungkin
karena dimotivai dengan kesadaran akan ketertinggalan ini, maka pemerintah kita
berupaya mengejar posisi kualitas yang pernah diraih pada masa silam (???).
Untuk itu ujian kelulusan di-standart-kan
secara nasional, dengan standarisasi kelulusan yang setiap tahunnya semakin
meningkat. Barangkali upaya ini merupakan cambuk
bagi penyelenggara pendidikan agar bekerja lebih keras lagi. Pemerintah pusat
(MENDIKNAS) mendorong pimpinan Dinas
DIKNAS di propinsi-propinsi untuk bekerja keras dan pejabat yang disebut
terakhir berlindung di belakang para
Kepala Sekolah untuk memutar otak – selenggarakan persekolahanmu dengan lebih
berkualitas kalau tidak mampu dimutasi atau masuk kotak. Mungkin model ini
baik, namun pernahkah pemberi kebijakan memikirkan dampaknya. Terus kalau tidak
ada dana harus bagaimanakan? Kalau
orangtua siswa, pemerintah kota atau kabupaten dan propinsi minim dana,
bagaimana? Justeru karena kesadaran akan hal ini, maka pemerintah legislatif
dan eksekutif sepakat bahwa negara menyediakan dana penyelenggaraan pendidikan
minimal 20% dari seluruh APBN tahunan, mulai tahun 2005. Kesepakatan ini
tertuang dalam Undang-Undang. Karena itu pemerintah eksekutif wajib
menjalankannya dengan pengawasan legislatif. Tapi faktanya, anggaran selalu
kurang bahkan tidak mampu mencukupi biaya hidup yang layak bagi tenaga guru dan
keluarganya. Namun ada hal yang aneh pihak legislatif tidak begitu
mempermasalahkannya. Lebih aneh lagi, dana untuk sektor-sektor lain (seperti
dana “operasional” DPR/DPRD, dana partai politik, anggaran kepresidenan) begitu diputuskan untuk dinaikan, walaupun
masih dibicarakan pada tingkat Panitia Anggaran DPR, langsung kelihatan dapat
direalisasikan. Keadaan ini menunjukan bahwa negara kita sesungguhnya tidak
serius meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu tidak ada gunanya
dorongan pemerintah pusat (mendiknas) kepada pimpinan dinas, diknas di setiap
propinsi. Tidak ada gunanya tekanan pejabat dinas diknas propinsi kepada setiap
kepala sekolah. Begitu juga, penyelenggaraan UAN sama sekali tidak berguna
meningkatkan kualitas pendidikan, selama negara kita tidak serius
menyelenggarakan proses pendidikan secara merata di seluruh Tanah Air, dan
menemukan solusi yang tepat untuk dijalani bersama.
PERENUNGAN
DAN SARAN
Sebaiknya
seragamkan dulu proses penyelenggaraan pendidikan atau persekolahan, baru kemudian UAN
dilaksanakan. Patuhi dulu perintah UU mengenai anggaran 20% untuk dana
pendidikan secara tepat sasaran, baru kita memikirkan pengukuran standart hasil
belajar. Seriuskan dulu komitmen kita untuk memberi kesempatan belajar yang
sama kepada semua anak-anak bangsa. Biarlah mereka belajar sebagai anak-anak
dari suatu bangsa yang merdeka dengan menuntut ilmu karena kebutuhan mereka dan
karena tanggung jawab mereka masing-masing kepada kemajuan bangsa ini di masa
depan. Jangan biarkan anak-anak bangsa ini terjajah karena motivasi negatif
pendidikan yaitu dihantui frustasi kegagalan dalam UAN.
DAFTAR PUSTAKA
HM. Surya. 2005.
“Kapita Pendidikan SD”
Jakarta, Universitas Terbuka, Jakarta
J. Subagio Sc.2010. Paradigma Pedagogi Reflektif,
Kanisius Jakarta.
Kompas tanggal 2 Juli 2010: Kegagalan UAN. Jakarta
Nasution. 2008. ”Teknologi
Pendidikan.” Jakarta Bumi Aksara
Permendiknas
Nomor: 20/2007 tentang Standar Peniaian Pendidikan, butir 10).
Slamento. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka
cipta, Jakarta
Suryo Subroto B. 2002. Proses Belajar Mengajar
di Sekolah. Rineka Cipta,
Jakarta.
Soecipto, dan
Raflis Kosasi. 2004. Profesi Guru. Rineka cipta Bandung
Syaiful Sagala. 2009. Kemampuan
Profesional Guru dan Teori Kependidikan.
Rineka Cipta Bandung
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor
20 Tahun 2003
tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Yusril. 2007. Karakteristik
Guru. Kanisius Jakarta. *
posted by Jurnal Online Uniflor @ 11.52,
0 Comments:
Posting Komentar