Site Network: Lembaga Publikasi Uniflor |

 



Majalah Ilmiah INDIKATOR, Volume XIII, Nomor 2, September 2011


PEMIMPIN DAERAH YANG BERVISI, BERNILAI,
DAN BERANI DALAM ERA OTONOMI DAERAH

Oleh Josef Alfonsius Gadi Djou
Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi,
Universitas Flores, Jln. Sam Ratulangi, Ende, Flores,
Telepon 081339150100

Abstract
Giving a regional autonomy and a real wider responsive decentralization to each region is a strategic movement in regulation making. Thus, the distribution of the power should be in balance. Regional autonomy has to encourage the society empowerment, the development of idea and creativity, social involvement, and the function of Local House of Representative (DPRD). In a regional autonomy context, a local leader should have a capability as a company manager. Furthermore, it will bring an effective and efficient management in advantageous governance. There are five categories of leadership, which are position leader, permission leader, production leader, reproduction leader, and personhood leader. Three characteristics of leadership could be distinguished into the visionary leadership, valuable leadership, and courageous leadership. At last, good governance has to be run together with the increasing of social knowledge and globalization impacts. 
Key Words
Regional autonomy, decentralization, local leader, visionary leadership, valuable leadership, courageous leadership.

OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah mulai dikenal di Indonesia sejak awal Orde Reformasi. Awal Orde Reformasi ditandai dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Kedua Undang-Undang ini kemudian disempurnakan lagi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan  Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal. Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang rendah. Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah.
Otonomi yang diberikan kepada daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Artinya, pelimpahan tanggung jawab akan diikuti dengan pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Hal-hal yang mendasar dalam undang-undang tentang otonomi daerah di atas adalah kuatnya upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan peran dan fungsi DPRD di daerah. Undang-undang ini memberikan otonomi secara penuh kepada daerah kabupaten dan kota untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Artinya, kini saatnya daerah diberi kewenangan penuh untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah.
Dengan semakin besarnya partisipasi masyarakat di daerah ini, desentralisasi kemudian akan mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan lainnya. Salah satunya berkaitan dengan pergeseran orientasi pemerintahan, dari orientasi command and control menjadi orientasi pada tuntutan dan kebutuhan publik. Orientasi seperti ini yang kemudian menjadi dasar bagi pelaksanaan peran pemerintah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan entrepreneur (wirausaha) dalam proses pembangunan.
Ada 3 (tiga) misi utama sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah.
1.      Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
2.      Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat.
3.      Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan.
Untuk itu dibutuhkan pemimpin daerah yang dapat menerjemahkan atau melaksanakan otonomi daerah di daerahnya sesuai dengan visi dan misi utama kepemimpinan di daerah sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah.

PEMIMPIN DAERAH
Pemimpin adalah seseorang yang memberikan kekuatan pengaruhnya kepada orang lain.  Pemimpin yang dimaksudkan di sini adalah pemimpin daerah dengan tidak memilah-milah  tingkatan pemimpin yang mana. Dalam era otonomi daerah pada saat ini, menjadi seorang pemimpin daerah tidaklah mudah bila dibandingkan dengan pemimpin perusahaan atau pemimpin organisasi profesi. Walaupun kita sadari bahwa dalam perspektif otonomi daerah, pemimpin daerah diharapkan mempunyai kemampuan seperti yang dimiliki oleh pemimpin perusahaan sehingga akan membawa daerahnya menjadi ekonomis, efisien, dan efektif guna kepentingan rakyat daerahnya.
Pengertian ekonomis dalam perspektif ini menyangkut pengadaan dan pengalokasian sumber daya dilakukan dengan cermat dan hemat. Pengertian efisien (berdaya guna) dalam penggunaan sumber daya dalam arti penggunaannya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan (maximizing benefits and minimaling cost). Pengertian efektif (berhasil guna) dalam arti bahwa untuk mencapai tujuan dan sasaran kepada yang membutuhkan, dalam hal ini adalah rakyat di daerah. Para pemimpin alamiah sering kali sangat efektif pada awal  gebrakan atau langkah kepemimpinannya, seperti Soekarno, Presiden  RI dan Henry Ford Presiden Amerika Serikat.

TINGKATAN PEMIMPIN
Ada 5 (lima) tingkatan kepemimpinan. Kelima tingkatan itu sebagai berikut.
1. Pemimpin Posisi
When the leader lack confident, the followers lack commitment. Pemimpin dalam tingkatan ini dapat diartikan bahwa menjadi pemimpin karena Surat Keputusan. Pemimpin hanya menjadi orang yang bekerja dengan sistem dan menjadi sistem itu sendiri. Pemimpin daerah dalam tingkatan ini adalah pemimpin daerah yang hanya melakukan pekerjaan yang memang sudah ada dan itulah pekerjaannya. Tidak ada inovasi baru dalam kepemimpinannya.
2. Pemimpin Permission (Relationship)
Memimpin dengan hati  (meaningful relationship). They don’t care how much you know, until they know how much you care. Pemimpin pada  tingkatan ini menyadari bahwa untuk menjadi pemimpin yang baik dan berhasil hubungan dengan yang dipimpin (bawahan) harus dibina dengan baik. Pendekatan yang dilakukan oleh Pemimpin Daerah dalam tingkatan ini adalah hubungan personal. Pemimpin Daerah dalam tingkatan ini melakukan kerja sama yang dapat berakibat kepada kolusi dengan bawahannya.
3. Pemimpin Production (Resab)
Di sini pemimpin lebih berorientasi pada hasil (result-based) daripada prosedur  (procedural-based). Prestasi kerja atau hasil kerja akan memberikan kebanggaan. Pemimpin pada tingkatan ini menyadari bahwa hasil kerja yang baik akan memberikan kesejahteraan dan kebanggaan.
4. Pemimpin Reproduction
Orang-orang besar adalah pemimpin dengan kekuatan keyakinan dan percaya diri yang besar (self confidence). Tanpa jiwa besar tak ada kekuatan untuk melahirkan pemimpin baru dan membesarkan mereka. Pemimpin Daerah dalam level ini biasanya mempunyai banyak kader yang dipersiapkan untuk menggantikannya sebagai pemimpin daerah.
5. Pemimpin Personhood
Jati diri yang dibentuk oleh karakter yang kuat akan menentukan apakah seseorang layak mendapat sebutan pemimpin besar. Pada tingkatan ini seorang pemimpin disegani karena semua orang respek kepadanya. Respek yang timbul bukan hanya atas apa yang telah diberikan oleh orang tersebut (secara personal) atau manfaatnya, melainkan karena nilai-nilai dan simbol-simbol yang melekat pada diri pemimpin tersebut.

CIRI-CIRI PEMIMPIN
Ada 3 (tiga) ciri Pemimpin Daerah yang menurut saya harus dimiliki oleh setiap Pemimpin Daerah dalam era Otonomi Daerah saat ini. Adapun ketiga ciri kepemimpinan itu adalah   (1) Pemimpin yang Berisi;  (2) Pemimpin yang Bernilai;  dan (3)  Pemimpin yang Berani.
Ciri pemimpin yang pertama adalah pemimpin yang bervisi. Visi adalah cita-cita yang akan dicapai. Visi juga bisa diartikan sebagai cara pandang terhadap sesuatu. Menurut Rhenald Kasali (2005), seorang pemimpin akan bergerak dari apa yang dilihat, sebab itulah yang membentuk dirinya sebagai pemimpin. Pemimpin Daerah diharapkan mempunyai pandangan yang jauh ke depan sehingga dapat membawa masyarakat daerahnya ke arah yang diinginkan sesuai dengan visinya.
Pemimpin diharapkan mempunyai orientasi ke masa depan di suatu tempat yang berbeda imaginatif (be somewhere one day, learning from the future). Bagaimana pemerintah daerah mempunyai arah yang jelas untuk berkembang kalau pemimpinnya tidak mempunyai visi jauh ke depan. Karena dengan visi yang jelas dan jauh ke depan, konsep dan sasaran organisasi pemerintahan daerah dapat dijabarkan dengan baik dalam bentuk Rencana Strategis dan Rencana Operasional. Pemimpin yang tidak mempunyai visi akan mengakibatkan pemimpin hanya memikirkan dirinya sendiri dan kelompoknya. Pada akhir-akhir ini, berbagai  berita di media massa lokal maupun nasional tentang APBD yang berkurang atau dikurangi karena pemerintah daerah tidak cepat mengubah struktur perangkat daerahnya  mengikuti Peraturan Pemerintah (PP). Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi kalau Pemimpin Daerah punyai visi yang jelas untuk kepentingan rakyat yang dipimpinnya, bukan untuk kepentingan pemerintahan itu sendiri.
Ciri pemimpin yang kedua adalah pemimpin yang bernilai. Pemimpin yang bernilai adalah pemimpin yang dapat menggerakkan segala sumber daya yang dimiliki sehingga organisasi pemerintahan dapat bergerak mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Nilai yang dimilikinya dapat dijadikan teladan bagi semua orang sebagai pengikutnya. Dalam perspektif daerah, dengan nilai yang dimilikinya, pemimpin daerah dapat mempersatukan semua komponen yang ada di daerah sehingga tercapai apa yang menjadi visi dan misi yang berguna bagi kepentingan rakyat daerah tersebut.
Sebagai contoh, masyarakat Kabupaten Ende, di mana nilai-nilai agama masih menjadi ciri dari kehidupan masyarakatnya. Dengan bermodalkan nilai agama itu  masyarakat mengharapkan agar pemimpinnya adalah orang yang memiliki nilai-nilai agama yang lebih baik sehingga dapat dijadikan panutan. Termasuk dalam nilai agama adalah kehidupan berkeluarga yang dapat dijadikan panutan. Seorang bapak keluarga yang baik tentu berpikir bagaimana mengurus pendidikan, kesehatan, kehidupan yang layak bagi anak-anaknya.
Seorang pemimpin yang baik dan bernilai tentu sudah mengalokasikan anggaran sesuai dengan peruntukannya. Seorang pemimpin yang baik dan bernilai juga adalah pemimpin yang dapat mendelegasikan wewenang kepada bawahannya sehingga apabila tidak berada di tempat karena perjalanan dinas atau keluar daerah dan sebagainya, bawahannya dapat mengambil keputusan untuk kepentingan pelaksanaan tugas organisasi pemerintahan. Pemimpin yang bernilai bukanlah pemimpin suka marah-marah tanpa memberikan solusi terbaik bagi bawahannya.
Ciri pemimpin yang ketiga adalah pemimpin yang berani. Keberanian atau courageness  berasal dari kata courage yang berakar pada kata cor yang artinya hati.  Jadi, seorang pemimpin yang bekerja dengan hati (heart work) akan melaksanakan tugasnya sepenuh hati dan berani menerima tanggung jawab. Pemimpin seperti ini akan melakukan terobosan-terobosan baru (inisiatif) dan berani mengambil resiko (risk taking).
Pemimpin yang berani adalah pemimpin yang berani mengatakan benar kalau benar dan mengatakan salah kalau salah. Karena kebanyakan pemimpin kita adalah pemimpin politik maka pengambilan keputusan terhadap masalah yang dihadapi kadang-kadang mengambang karena tidak ada keberanian politik untuk memutuskannya. Apabila seorang pemimpin tidak berani mengambil resiko maka yang bakal terjadi kemudian adalah bom waktu yang tidak disadari oleh pemimpin tersebut bahwa kelak akan mendatang kesulitan bahkan malapetaka.

GOOD GOVERNANCE
Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan isu yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik pada saat ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah daerah untuk melakukan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat di samping adanya pengaruh globalisasi. Tuntutan ini merupakan hal yang wajar. Untuk itu, seorang pemimpin daerah diharapkan agar dalam kepemimpinannya di daerah benar-benar melaksanakan good governance (kepemerintahan yang baik) dalam pemerintahannya.
DAFTAR PUSTAKA
LAN dan BPKP. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance. Jakarta:  LAN.
Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Rhenald Kasali. 2005. Changel. Jakarta:  Gramedia Pustaka Utama.
………………  2007. RE-CODE, Your Change DNA. Jakarta:  Gramedia Pustaka Utama.
Tanri Abeng. 2006. Profesi Manajemen. Jakarta:  Gramedia Pustaka Utama. *

posted by Jurnal Online Uniflor @ 11.49,

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home