Majalah Ilmiah INDIKATOR, Volume XIII, Nomor 2, September 2011
Kamis, 26 April 2012
PEMIMPIN
DAERAH YANG BERVISI, BERNILAI,
DAN
BERANI DALAM ERA OTONOMI DAERAH
Oleh Josef Alfonsius Gadi Djou
Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi,
Universitas Flores, Jln. Sam Ratulangi, Ende, Flores,
Telepon 081339150100
Abstract
Giving a regional autonomy and a
real wider responsive decentralization to each region is a strategic movement
in regulation making. Thus, the distribution of the power should be in balance.
Regional autonomy has to encourage the society empowerment, the development of
idea and creativity, social involvement, and the function of Local House of
Representative (DPRD). In a regional autonomy context, a local leader should
have a capability as a company manager. Furthermore, it will bring an effective
and efficient management in advantageous governance. There are five categories
of leadership, which are position leader, permission leader, production leader,
reproduction leader, and personhood leader. Three characteristics of leadership
could be distinguished into the visionary leadership, valuable leadership, and
courageous leadership. At last, good governance has to be run together with the
increasing of social knowledge and globalization impacts.
Key
Words
Regional autonomy,
decentralization, local leader, visionary leadership, valuable leadership,
courageous leadership.
OTONOMI
DAERAH
Otonomi
daerah mulai
dikenal di Indonesia sejak awal Orde Reformasi.
Awal Orde Reformasi ditandai dengan berlakunya Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Kedua Undang-Undang ini kemudian disempurnakan
lagi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Kebijakan pemberian otonomi daerah dan
desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis
dalam dua hal. Pertama, otonomi
daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman
disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya
kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia (SDM)
yang rendah. Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi
fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi
ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah.
Otonomi yang diberikan kepada daerah dilaksanakan dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah
secara proporsional.
Artinya, pelimpahan tanggung jawab
akan diikuti dengan pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan,
serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Hal-hal yang mendasar dalam undang-undang tentang
otonomi daerah di atas
adalah kuatnya upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan
prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan
peran dan fungsi DPRD di daerah.
Undang-undang ini memberikan otonomi secara penuh kepada daerah kabupaten dan
kota untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi
masyarakatnya. Artinya, kini saatnya daerah diberi kewenangan penuh
untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi
kebijakan-kebijakan daerah.
Dengan semakin besarnya partisipasi masyarakat di
daerah ini,
desentralisasi kemudian akan mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan
lainnya. Salah satunya berkaitan dengan pergeseran orientasi pemerintahan, dari orientasi command
and control
menjadi orientasi pada tuntutan dan
kebutuhan publik. Orientasi
seperti ini yang kemudian menjadi dasar bagi pelaksanaan peran pemerintah
sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan entrepreneur (wirausaha) dalam proses
pembangunan.
Ada 3 (tiga) misi utama sehubungan dengan
pelaksanaan otonomi daerah.
1.
Menciptakan
efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
2.
Meningkatkan
kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat.
3.
Memberdayakan
dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam
proses pembangunan.
Untuk itu dibutuhkan pemimpin daerah yang dapat
menerjemahkan atau melaksanakan otonomi daerah di daerahnya sesuai dengan visi
dan misi utama kepemimpinan
di daerah sehubungan
dengan pelaksanaan otonomi daerah.
PEMIMPIN
DAERAH
Pemimpin adalah seseorang yang memberikan
kekuatan pengaruhnya kepada orang lain.
Pemimpin yang dimaksudkan di sini adalah pemimpin daerah dengan tidak memilah-milah tingkatan pemimpin yang mana. Dalam era otonomi daerah pada saat
ini, menjadi seorang
pemimpin daerah tidaklah mudah
bila dibandingkan
dengan pemimpin
perusahaan atau pemimpin organisasi
profesi. Walaupun
kita sadari bahwa dalam perspektif otonomi daerah, pemimpin daerah diharapkan
mempunyai kemampuan seperti yang dimiliki oleh pemimpin perusahaan sehingga
akan membawa daerahnya menjadi ekonomis, efisien, dan efektif guna kepentingan
rakyat daerahnya.
Pengertian ekonomis dalam perspektif ini
menyangkut pengadaan
dan pengalokasian sumber daya dilakukan dengan cermat dan hemat. Pengertian efisien (berdaya guna) dalam penggunaan sumber daya dalam arti
penggunaannya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan (maximizing benefits and minimaling cost). Pengertian efektif (berhasil guna) dalam arti bahwa untuk mencapai tujuan dan sasaran
kepada yang membutuhkan,
dalam hal ini adalah rakyat
di daerah. Para
pemimpin alamiah sering kali sangat
efektif pada awal gebrakan atau langkah kepemimpinannya, seperti Soekarno, Presiden RI dan Henry Ford Presiden Amerika Serikat.
TINGKATAN
PEMIMPIN
Ada
5 (lima) tingkatan kepemimpinan.
Kelima tingkatan itu sebagai berikut.
1. Pemimpin
Posisi
When the leader lack confident, the followers lack commitment. Pemimpin dalam tingkatan ini
dapat diartikan bahwa menjadi pemimpin karena Surat Keputusan. Pemimpin hanya
menjadi orang yang bekerja dengan sistem dan menjadi sistem itu sendiri. Pemimpin daerah dalam tingkatan
ini adalah pemimpin daerah yang hanya melakukan pekerjaan yang memang sudah ada
dan itulah pekerjaannya. Tidak ada inovasi baru dalam kepemimpinannya.
2. Pemimpin
Permission (Relationship)
Memimpin
dengan hati (meaningful relationship). They don’t care how much you
know, until they know how much you care. Pemimpin pada tingkatan ini menyadari bahwa untuk menjadi
pemimpin yang baik dan berhasil hubungan dengan yang dipimpin (bawahan) harus
dibina dengan baik. Pendekatan yang dilakukan oleh Pemimpin Daerah dalam tingkatan ini adalah hubungan
personal. Pemimpin Daerah dalam tingkatan ini melakukan kerja sama yang dapat berakibat kepada
kolusi dengan bawahannya.
3. Pemimpin
Production (Resab)
Di sini pemimpin lebih berorientasi
pada hasil (result-based) daripada
prosedur (procedural-based). Prestasi kerja atau
hasil kerja akan memberikan kebanggaan. Pemimpin pada tingkatan ini menyadari bahwa hasil kerja
yang baik akan memberikan kesejahteraan dan kebanggaan.
4. Pemimpin
Reproduction
Orang-orang
besar adalah pemimpin dengan kekuatan keyakinan dan percaya diri yang besar (self confidence). Tanpa jiwa besar tak
ada kekuatan untuk melahirkan pemimpin baru dan membesarkan mereka. Pemimpin Daerah dalam level ini biasanya
mempunyai banyak kader yang dipersiapkan untuk menggantikannya sebagai pemimpin
daerah.
5. Pemimpin
Personhood
Jati diri
yang dibentuk oleh karakter yang kuat akan menentukan apakah seseorang layak
mendapat sebutan pemimpin besar. Pada tingkatan ini seorang pemimpin disegani
karena semua orang respek kepadanya. Respek yang timbul bukan hanya atas apa
yang telah diberikan oleh orang tersebut (secara personal) atau manfaatnya,
melainkan karena nilai-nilai dan simbol-simbol yang melekat pada diri
pemimpin tersebut.
CIRI-CIRI
PEMIMPIN
Ada
3 (tiga) ciri Pemimpin
Daerah yang menurut saya harus dimiliki oleh setiap Pemimpin Daerah dalam era Otonomi Daerah saat ini.
Adapun ketiga ciri kepemimpinan itu adalah
(1) Pemimpin
yang Berisi; (2) Pemimpin
yang Bernilai; dan (3) Pemimpin
yang Berani.
Ciri
pemimpin yang pertama adalah pemimpin
yang bervisi. Visi adalah cita-cita yang akan dicapai. Visi juga bisa diartikan sebagai
cara pandang terhadap sesuatu. Menurut Rhenald Kasali (2005), seorang pemimpin akan bergerak
dari apa yang dilihat, sebab itulah yang membentuk dirinya sebagai pemimpin.
Pemimpin Daerah
diharapkan mempunyai pandangan yang jauh ke depan sehingga dapat membawa
masyarakat daerahnya ke arah
yang diinginkan sesuai dengan visinya.
Pemimpin
diharapkan mempunyai orientasi ke masa depan di suatu tempat yang berbeda imaginatif (be somewhere one day, learning from the future). Bagaimana
pemerintah daerah mempunyai arah yang jelas untuk berkembang kalau pemimpinnya
tidak mempunyai visi jauh ke depan.
Karena dengan visi yang jelas dan jauh ke depan,
konsep dan sasaran organisasi pemerintahan daerah dapat dijabarkan dengan
baik dalam bentuk Rencana Strategis dan Rencana Operasional.
Pemimpin yang tidak mempunyai visi akan
mengakibatkan pemimpin hanya memikirkan dirinya sendiri dan kelompoknya. Pada
akhir-akhir ini,
berbagai berita di media massa lokal maupun
nasional tentang
APBD yang berkurang atau dikurangi
karena pemerintah daerah tidak cepat mengubah struktur perangkat daerahnya mengikuti Peraturan Pemerintah (PP). Hal ini seharusnya tidak perlu
terjadi kalau Pemimpin Daerah punyai visi yang jelas
untuk kepentingan rakyat
yang dipimpinnya, bukan
untuk kepentingan
pemerintahan itu sendiri.
Ciri
pemimpin yang kedua adalah pemimpin yang bernilai. Pemimpin yang bernilai adalah pemimpin
yang dapat
menggerakkan segala sumber daya yang dimiliki sehingga organisasi
pemerintahan dapat
bergerak mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Nilai
yang dimilikinya dapat dijadikan teladan bagi semua orang
sebagai pengikutnya. Dalam perspektif daerah, dengan nilai yang dimilikinya, pemimpin daerah dapat
mempersatukan semua komponen yang ada di daerah sehingga tercapai apa yang
menjadi visi dan misi yang berguna bagi kepentingan rakyat daerah tersebut.
Sebagai
contoh,
masyarakat Kabupaten Ende,
di mana
nilai-nilai agama masih menjadi ciri dari kehidupan masyarakatnya.
Dengan bermodalkan nilai agama itu masyarakat mengharapkan agar pemimpinnya
adalah orang yang memiliki nilai-nilai
agama yang lebih baik sehingga
dapat dijadikan panutan. Termasuk dalam nilai agama adalah kehidupan berkeluarga
yang dapat dijadikan panutan. Seorang bapak keluarga
yang baik tentu berpikir bagaimana mengurus pendidikan, kesehatan, kehidupan
yang layak bagi anak-anaknya.
Seorang
pemimpin yang
baik dan bernilai tentu sudah mengalokasikan anggaran sesuai dengan peruntukannya. Seorang pemimpin
yang baik dan bernilai juga adalah pemimpin yang dapat mendelegasikan
wewenang kepada bawahannya
sehingga apabila tidak berada di tempat karena perjalanan dinas
atau keluar daerah
dan sebagainya,
bawahannya dapat mengambil keputusan untuk kepentingan pelaksanaan tugas
organisasi pemerintahan.
Pemimpin yang bernilai bukanlah
pemimpin suka marah-marah
tanpa memberikan solusi terbaik bagi bawahannya.
Ciri
pemimpin yang ketiga adalah pemimpin yang
berani. Keberanian atau courageness berasal dari kata courage yang berakar
pada kata cor yang artinya hati. Jadi, seorang pemimpin yang
bekerja dengan hati
(heart work) akan melaksanakan
tugasnya sepenuh hati dan berani menerima tanggung jawab. Pemimpin seperti ini
akan melakukan terobosan-terobosan baru (inisiatif)
dan berani mengambil resiko (risk taking).
Pemimpin
yang berani adalah pemimpin yang berani mengatakan benar kalau benar
dan mengatakan salah kalau salah.
Karena kebanyakan pemimpin kita adalah pemimpin politik maka pengambilan
keputusan terhadap masalah yang dihadapi kadang-kadang mengambang karena tidak
ada keberanian politik untuk memutuskannya. Apabila seorang pemimpin tidak
berani mengambil resiko maka yang bakal terjadi kemudian adalah bom waktu yang tidak disadari oleh pemimpin
tersebut bahwa kelak akan mendatang kesulitan bahkan malapetaka.
GOOD
GOVERNANCE
Kepemerintahan
yang baik (good governance) merupakan
isu yang paling
mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik pada saat ini. Tuntutan gencar yang
dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah daerah untuk melakukan
penyelenggaraan pemerintahan
yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat di samping adanya pengaruh
globalisasi. Tuntutan ini merupakan hal
yang wajar.
Untuk itu, seorang pemimpin daerah
diharapkan agar dalam kepemimpinannya di daerah benar-benar melaksanakan good governance (kepemerintahan
yang baik) dalam
pemerintahannya.
DAFTAR
PUSTAKA
LAN
dan BPKP. 2000. Akuntabilitas dan Good
Governance. Jakarta: LAN.
Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Rhenald
Kasali. 2005. Changel. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
………………
2007. RE-CODE,
Your Change DNA. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Tanri
Abeng. 2006. Profesi Manajemen.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. *
posted by Jurnal Online Uniflor @ 11.49,
0 Comments:
Posting Komentar